Zainab Al-Ghazali, Mujahid Islam yang Mendapat Karamah. Binatang Ganas Patuh Padanya
By -
Januari 16, 2023
0
Myhelb membaca Zaman | Di dalam ceramahnya, Syaikh Abdullah Azzam pernah menceritakan salah satu tokoh wanita Mesir yang gigih memperjuangkan Islam. Tubuhnya yang lemah bertubi-tubi menerima berbagai deraan dan siksaan dari rezim penguasa saat itu, Jamal Abdul Nasir atas izin Allah SWT tidak mempan mendapat berbagai siksaan dajsyat. .
Di dalam kumpulan ceramahnya yang telah dibukukan pada jilid 1 dan jilid 6, Syaikh mendeskripsikan kegigihan wanita ini ketika ia disiksa di penjara. Ia juga lantang bersuara ketika duduk di persidangan. Ketika Jaksa Penuntut Umum bertanya kepadanya, “Apakah benar engkau pernah mengatakan bahwa bapak presiden (Jamal Abdul Nasir) adalah Abu Jahal?”
Maka ia menjawab, “Ya memang benar, akan tetapi saya menyesal karena ia ternyata bukan cuma Abu Jahal (bapaknya kebodohan), tapi dia bahkan Abu Ajhal (bapaknya segala kebodohan)”.
Dalam satu persidangan yang direkam dalam satu pita rekaman yang nantinya akan dikirimkan kepada Presiden, Jaksa Penuntut Umum bertanya, “Apakah benar anda menyebut “lalat” kepada Jamal Abdul Nasir ?”
Ia menjawab, “Ya memang benar. Kemudian sesudah itu saya menarik sebutan tersebut lantaran ada sebuah hadits shahih yang menyebutkan bahwa pada salah satu sayap lalat ada penyakit dan sayap yang lain terdapat obat. Sedangkan orang itu sama sekali tidak ada obat dalam dirinya”.
“Lantas anda namakan apa dia dan apa sebutan terakhir anda padanya?”, tanya Jaksa. Maka wanita ini menjawab, “Saya menyebutnya hantu sawah. Orang-orangan yang dibikin dari kain gombal, dari kayu yang dipakaikan sepotong kain, menakut-nakuti manusia seperti tongkat menakut-nakuti burung.”
Mendengar jawaban tersebut sang Jaksa berteriak dengan suara tinggi dan badannya turut bergetar, “Empat puluh juta manusia hanya dikendalikan oleh sebuah tongkat?!” Ia menjawab, “Ya, dengan sebuah tongkat, dan tongkat itu dikendalikan dari luar.”
Kemudian majelis hakim menjatuhkan hukuman kerja berat seumur hidup baginya. Maka wanita Mesir ini berkata, “Allahu Akbar, demi menegakkan bendera Islam dan masyarakat muslim.”
Sebuah ketegaran dan ketegasan yang patut diteladani. Karakter seperti inilah yang akan mengantarkan Islam kembali pada kejayaannya. Selain kisah-kisah keberaniannya, wanita Mesir ini juga mempunyai banyak cerita-cerita ketika mendapatkan karamah dari Allah.
Siapakah gerangan wanita pemberani ini? Tokoh yang disebut-sebut syaikh Abdullah Azzam dalam ceramahnya ini adalah Zainab Muhammad Al-Ghazali al-Jibili atau lebih dikenal dengan nama Zainab Al-Ghazali.
Dia adalah wanita asli Mesir yang lahir di dalam keluarga yang terhormat, keturunan Umar al-Khattab dan al-Hasan bin Ali bin Abi Talib. Ia lahir di desa Mayyet Ghamar di sebuah provinsi yang bernama Daqahliyah pada 2 Januari 1917. Sejak kecil dirinya sudah ditanamkan ulumuddien dalam kehidupan sehari-hari.
Di usia dini, ayahnya selalu menghasung Zainab untuk menjadi seorang wanita muslimah yang kuat. Ayahnya adalah salah satu ulama Al-Azhar. Zainab belajar di sebuah madrasah di kampung halamannya sendiri. la belajar ilmu-ilmu agama di bawah asuhan para ulama-ulama besar al Azhar. Di antara ilmu-ilmu yang ia pelajari adalah Ilmu Hadits, Tafsir, dan Fiqih.
Latar belakang ayahnya yang religius membuat Zainab benar-benar terdidik menjadi muslimah berkepribadian tangguh. Ayahnya ingin Zainab menjadi seperti shahabiyah Nusaibah binti Kaab Al-Muzanniya yang berjuang bersama Rasulullah dalam pertempuran Uhud.
Tidak begitu banyak informasi yang mendetail berkenaan dengan masa kecil dan jenjang pendidikannya. Yang paling kentara adalah dukungan penuh dari ayahandanya agar Zainab kelak menjadi orang yang besar dan berguna bagi agama Islam.
Jejak langkah perjuangannya dimulai pada usia yang masih belia. Saat itu, umurnya belum mencapai 18 tahun dan ia sudah tergabung pada EFU (Egyptian Feminist Union) yang dipimpin oleh Hadi as-Sya’rawi pada tahun 1923. Sebenarnya tujuan Zainab bergabung dengan organisasi ini untuk menyuarakan hak-hak perempuan sesuai dengan syariat Islam. Agaknya apa yang diharapkan Zainab bertentangan dengan visi EFU sebagai wadah organisasi. EFU lebih menggunakan pendekatan sekulerisme dalam memperjuangkan hak perempuan.
Mendirikan MLA (Muslim Ladies Association)
Karena perbedaan itulah, akhirnya Zainab keluar dari EFU dan saat itu umurnya genap 18 tahun. Di usia yang masih muda, Zainab mendirikan Jami’at Al-Sayyidat Al-Muslimin atau Muslim Ladies Association (MLA) pada tahun 1936. Organisasi ini diklaim telah mempunyai anggota tiga juta orang Mesir pada saat dibubarkan pemerintah pada tahun 1965.
Tujuan Zainab mendirikan organisasi adalah untuk memperbaiki kesalahan EFU yang mengesampingkan nilai- nilai agama dalam memperjuangkan hak-hak wanita. Justru, Zainab menekankan dalam organisasinya bahwa seorang muslimah harus kembali kepada Islam untuk mencapai kemajuan.
Sebenarnya syaikh Hasan Al-Banna mengajak Zainab untuk menggabungkan IM (Ikhwanul Muslimim) dan MLA dalam satu ikatan. Namun, Zainab secara halus menolak penggabungan itu dan memilih untuk berdiri mandiri serta tidak bergantung dengan organisasi lain. Walaupun, memang secara tidak resmi Zainab berafiliasi dengan syaikh Hasan karena satu arah perjuangan dalam Islam.
Misi MLA adalah menolak paham kebarat-baratan yang menempatkan wanita dalam strata yang rendah. Zainab ingin mengembalikan kemuliaan dan hak wanita sesuai syariat Islam. Di samping itu MLA juga mengajarkan pemahaman Islam yang kaafah di dalam pemikiran wanita, mendidik mereka tentang hak-hak dan tanggungjawab mereka dan mengubah masyarakat untuk membina sebuah negara Islam yang berdasar al-Quran dan Sunnah.
Salah satu kegiatan Zainab adalah mengadakan kuliah mingguan di masjid Tulun Ibn yang dihadiri tiga ribu hingga lima ribu muslimah. Selain itu MLA juga bergerak dalam bidang sosial seperti mengelola panti asuhan, menyantuni orang miskin, mediasi perselisihan keluarga dan menerbitkan sebuah majalah.
Zainab sempat menikah dan akhirnya cerai karena suaminya tidak mendukung kegiatan pimpinan MLA ini. Setelah bercerai, Zainab menikah lagi dan mendapat dukungan penuh dari suami keduanya ini.
Revolusi Mesir dan Tantangan Dakwah
Pada tanggal 23 Juli 1952 terjadi revolusi Mesir yang menggulingkan kekuasaan Raja Farouk oleh gerakan yang disebut sebagai Free Officers (Perwira Bebas), yang dipimpin oleh Muhammad Naguib, Jamal Abdul Nasir, dan Anwar Sadat.
Revolusi itu terjadi karena ketidakberesan pemerintahan raja Farouk. Mulai dari korupsi hingga kegagalan dalam perang Palestina. Masyarakat Mesir pada umumnya merasa kecewa dan mendukung penuh adanya revolusi pemerintahan. Maka, singkat cerita terjadilah revolusi yang digawangi dua kekuatan besar yaitu Free Officers dan IM.
Saat itu, Free Officers (Perwira Bebas) berusaha mencari dukungan, baik kepada anggota Ikhwanul Muslimin, maupun masyarakat Mesir secara luas. Free Officers (Perwira Bebas) menganggap bahwa selama ini Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi yang melekat di hati rakyat Mesir. Terutama saat dipimpin oleh Hasan Al-Banna.
Hubungan baik antara Free Officers (Perwira Bebas) dengan Ikhwanul Muslimin sudah terjalin sejak 1940. Namun, banyak yang menafsirkan berbeda mengenai hubungan tersebut. Ikhwanul Muslimin seolah hanya dimanfaatkan pada saat Revolusi Mesir 23 Juli 1952 saja, dan setelah itu dicampakkan.
Ternyata benar, pengkhianatan itu terjadi. Setelah Jamal Abdul Nasir berkuasa, presiden Mesir ini seperti kacang lupa akan kulitnya. Ia merasa hadirnya IM akan menjadi batu sandungan dalam pemerintahannya. Maka, pihak pemerintah menuduh IM merongrong kekuasaan pemerintah yang sah.
Tak luput juga pimpinan MLA, Zainab juga diduga bekerja sama dengan IM untuk membunuh presiden. Pada tanggal 13 Januari 1954, pemerintah secara resmi melarang organisasi IM di Mesir. Setelah pelarangan ini disusul berbagai penangkapan, penyiksaan dan banyak para aktivis yang dipenjara. Banyak para tokoh yang dulunya sangat berjasa pada revolusi, justru ditangkapi dan dihukum berat.
Masuk Penjara
Tak terkecuali Zainab Al-Ghazali. Tokoh wanita Mesir ini juga terkena imbas dari tuduhan pemerintah. Selama masa pemerintahan Gamal Abdul Nasir, MLA bergerak secara bawah tanah. MLA sangat berperan penting dalam membantu para janda dan istri para aktivis yang telah dibunuh atau dipenjarakan rezim.
Lama kelamaan rezim juga menaruh curiga dengan MLA. Gerakan dakwah bawah tanah ini pun terendus oleh pemerintah dan pada tahun 1965 secara resmi dilarang di Mesir. Puncaknya, Agustus 1965 rumah Zainab digeledah tentara secara semena-mena tanpa adanya surat resmi penggeledahan.
Ketika Zainab meminta kejelasan izin penggeledahan, para tentara menjawab dengan kepongahannya, “Surat tugas yang mana, hai orang gila! Kami sekarang dalam masa, dimana kami bebas melakukan apa saja yang kami mau terhadapmu.”
Penggeladahan itu berujung pada penangkapan Zainab. Ia dibawa secara paksa dan diangkut ke dalam mobil. Dimulailah babak baru kehidupan Zainab di penjara yang penuh siksaan. Secara lengkap pengalamannya didalam penjara ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul Ayyam min Hayati. Diterjemahkan dalam bahasa inggris berganti judul menjadi Return of The Pharaoh.
Dalam bukunya secara mendetail ia ceritakan berbagai siksaan yang ia terima serta keadaan sel yang ia tempati. Dipukul dengan tongkat, dicambuk, kaki digantung di atas, dikurung dengan anjing-anjing yang buas, direndam seharian di dalam air, dipenjara dengan tikus dan masih banyak model siksaan yang tidak berperikemanusiaan lainnya. Para musuh-musuh Allah telah kehilangan akal dan melakukan hal-hal diluar kemanusiaan untuk memberangus para penegak agama Allah, Islam..
Menghadapi siksaan yang sedemikan berat, Zainab bersabar dan berkata,”Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.”
Selama di penjara, Zainab mengalami hal-hal yang menakjubkan berupa beberapa karamah dari Allah. Beberapa karamah ini sarat dengan hikmah yang akan membuat kita terperangah terkagum-kagum.
1. Perjalanan ke Kamar Tahanan 24
Dalam perjalanan ke kamar tahanan no. 24, saya diiringi dua orang yang memegang cambuk. Saya sengaja ditempatkan di ruangan yang berbeda dalam penjara, supaya saya bisa melihat halhal mengerikan yang terjadi di sana.
Mata saya hampir tidak percaya dan tidak ingin menerima kebiadaban yang terjadi disana. Diam-diam saya mengamati beberapa anggota Ikhwanul Muslimin yang tergantung di udara dengan tubuh telanjang dan dicambuk. Sebagian yang lain dibiarkan bersama anjing-anjing liar yang mengoyak tubuh mereka. Sebagian yang lain lagi, dengan wajah menghadap ke dinding menunggu giliran. Ironisnya, saya tahu bahwa mereka adalah orang-orang saleh; pemuda-pemuda yang beriman.
Saya sangat menyayangi mereka seperti rasa sayangku kepada anakanakku sendiri. Terlebih, mereka sering hadir di majelis tafsir dan hadits yang diadakan di rumahku maupun di rumah-rumah mereka.
Pemuda-pemuda Islam itu disiksa satu per satu. Mereka dihadapkan ke dinding dan dicambuk dengan kasar. Darah mengalir di dahi mereka; dahi yang tidak pernah tunduk kepada siapa pun kecuali Allah. Cahaya tauhid bersinar dari wajah mereka, bangga berada di atas jalan Allah (kebenaran).
Salah satu dari mereka berteriak kepada saya, “Ibu! Semoga Allah menguatkan Anda!”
“Anakku! Ini adalah janji kesetiaan. Bersabarlah keluarga Yasir, imbalanmu adalah surga.”
Pria yang menjagaku memukul kepala ini begitu keras hingga mata dan telingaku bergetar seperti terkena sengatan listrik. Dan cahaya dari dalam penjara membuat saya sadar akan banyak hal; semakin banyak tubuh yang disiksa mengisi tempat itu. Saya pun berujar menentang, “Biarlah, ini demi Allah! Biarlah, ini demi Allah!”
2. Di dalam kamar 24 (Gigitan Anjing-Anjing Liar)
“Dengan nama Allah, semoga Allah selalu merahmatimu!” saya terus mengulang-ulangnya. Setelah itu, pintu dikunci dan lampu yang terang dinyalakan. Sekarang tujuan mereka terungkap. Ruangan itu penuh dengan anjing; jumlahnya sangat banyak hingga tak terhitung. Aku takut! Kupejamkan mata dan meletakkan tangan di dada.
Dalam hitungan detik anjing menggeram mengelilingi tubuhku, dan saya bisa merasakan gigi mereka merobek setiap bagian dari tubuhku. Aku kepalkan tanganku erat-erat di ketiak. Saya mulai menyebut nama Allah, “Ya Allah! Ya Allah!”
Anjing-anjing itu tak henti-hentinya mencabik-cabik kulit kepala, bahu, punggung, juga dada. Semua tubuhku terkoyak tanpa sisa. Saya berulang kali memanggil nama Rabbku,
“Ya Allah! Buat saya tidak terganggu oleh apa pun kecuali Engkau. Biarlah segala perhatian saya hanya kepada Engkau saja. Engkau Rabbku Yang Maha Esa Maha-abadi, bawalah aku dari dunia ini. Alihkan perhatianku dari semua fenomena ini. Biarkan seluruh perhatianku hanya kepada-Mu. Buat hamba berdiri di hadapan-Mu. Anugerahilah hamba ketenangan. Berilah hamba pakaian cinta-Mu. Anugerahilah hamba kematian di jalan-Mu dan cinta kepada-Mu. Ya Allah! Teguhkanlah diri hamba di atas agama-Mu.”
Saya terus mengulang kalimat-kalimat itu dalam hati hingga beberapa jam, sampai akhirnya pintu dibuka, anjing-anjing buas diambil paksa menjauhi tubuh saya dan saya dibawa. Saya menyangka pakaianku berlumuran darah, karena saya yakin anjing-anjing itu telah menggigit setiap bagian tubuhku. Akan tetapi, tidak ada noda darah satu pun pada pakaian, seolah-olah anjing-anjing itu hanya imajinasiku saja. “Allah Maha Agung! Dia senantiasa bersama hamba-Nya.”
Saya kemudian bertanya dalam hati, apakah diriku pantas mendapat semua karunia ini dan hadiah dari Allah? Sipir pun heran tidak percaya. Langit di angkasa penuh dengan cahaya senja, menunjukkan matahari telah terbenam. Maka dari itu, saya menyimpulkan bahwa tadi saya terkunci di dalam bersama anjing-anjing itu lebih dari tiga jam.
Segala puji bagi Allah atas segala rintangan! Saya didorong, dan berjalan terhuyung-huyung sepanjang jalan. Perjalanan itu terasa lama hingga akhirnya pintu dibuka. Saya masuk dan merasa asing dalam aula yang luas. Saya dituntun sepanjang koridor, melewati banyak pintu tertutup. Salah satu pintu sedikit terbuka, dan memberikan cukup cahaya untuk menerangi ketidakjelasan koridor. Tanpa sengaja terlihat wajah Muhammad Rashad Mahna, mantan Putra Mahkota Mesir. Rezim Nasir percaya bahwa Ikhwanul Muslimin akan memakai dirinya sebagai Kepala Negara jika mereka mengambil alih kekuasaan. Oleh karenanya, Muhammad Rashad ditangkap. Tiba-tiba, sel nomor 3 dibuka dan aku dilempar ke dalam.
3. Mimpi Pertama Bertemu Rasulullah
Saya tidak tahu bagaimana proses terjadinya, tapi ketika saya berzikir menyebut nama Allah, tiba-tiba saya tertidur pulas. Saat itulah saya mengalami mimpi pertama dari empat kali mimpi bertemu Rasulullah. Saya memimpikan hal ini selama mendekam di penjara.
Tiba-tiba Rasulullah ada di depanku, segala puji bagi Allah. Kala itu saya berada di padang pasir yang luas; di sana terdapat unta-unta dengan pelana yang terbuat dari cahaya. Masing-masing pelana terdapat empat laki-laki, wajah mereka bercahaya.
Saya menemukan diri saya berada di belakang iring-iringan unta yang sangat panjang, gurun tak berujung, dan berdiri di belakang seorang pria terhormat. Orang ini memegang tali kekang kuda dan melewati setiap unta. Aku bertanya-tanya dalam hati, “Mungkinkah orang ini Rasulullah?”
Sebuah suara tiba-tiba memecah kesunyian, “Zainab! Anda mengikuti jejak Muhammad, Hamba Allah dan Rasul-Nya.”
“Maksud tuan, aku? Mengikuti jejak Muhammad, Hamba Allahdan Rasul-Nya?”
“Ya, Kau, Zainab Ghazali, mengikuti jejak Muhammad, HambaAllah dan Rasul-Nya.”
“Wahai kekasihku! Benarkah aku mengikuti jejakmu?”
“Zainab! Kamu berada di jalan yang benar. Kamu berada di jalan yang benar. Zainab! Kamu mengikuti jejak Muhammad, Hamba Allah dan Rasul-Nya.”
Saya mengulangi pertanyaan yang sama dua kali, dan menerima jawaban yang sama dari Rasulullah.
Saya terbangun, kembali ke dunia nyata. Namun heran, “Aku di mana dan apa yang akan kuhadapi?” Saya pun bingung dengan rasa sakit yang aku alami, juga heran dengan tiang kayu dekat jendela yang kulihat.
Tampaknya saya telah dibawa ke tempat lain yang lebih terisolasi. Selain itu, saya juga heran, meskipun saya dikenal sebagai Zainab Al-Ghazali, tapi nama saya yang tercatat sejak lahir adalah Zainab Ghazali, dan dengan nama itu Rasulullah memanggilku. Tentu saja itu bisa terjadi, karena mimpi membawaku melintasi waktu dan ruang.
Saya melakukan tayamum dan mulai berdoa, bersyukur kepadaAllah atas karunia ini. Di dalam salah satu sujud, saya menemukan diri saya berdoa dan memohon:
“Ya Rabb, dengan cara apa saya bersyukur? Tidak ada yang bisa saya lakukan selain tetap teguh di atas jalan-Mu. Ya Allah, saya berjanji untuk mati di atas rida-Mu. Ya Allah, saya berjanji kepadaMu, tidak ada yang harus disiksa karena aku. Ya Allah, teguhkanlah aku dalam mengikuti kebenaran yang Engkau ridhai, dan ikatlah aku di atas kebenaran yang Engkau ridhai.”
Kedamaian dan ketenangan memenuhi pikiranku…
4. Makanan dari Surga
Saat matahari terbenam, para algojo penjara semakin meningkatkan penjagaan. Roda penyiksaan mulai bergulir. Pada waktu malam, mereka membawaku kembali ke sel air. Perutku menjerit kelaparan, tenggorokan kering karena haus, dan luka tubuhku menghanguskan jiwaku.
Ajaibnya, saya tertidur dan menikmati mimpi paling indah. Wanita-wanita cantik mengenakan pakaian yang indah terbuat dari sutra hitam, dihiasi mutiara yang dijahit dalam beludru bersulam emas. Mereka membawa piring emas dan perak penuh dengan daging dan buah-buahan yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Saya mulai memakan semua hidangan satu per satu.
Saat saya terbangun, saya tidak lagi merasa lapar atau haus. Dan rasa makanan yang saya makan dalam mimpi masih terasa di mulut. Saya bersyukur kepada Allah dan memuji Dia karena karunia-Nya.
5. Tikus-Tikus pun Taat Kepada-Nya
Saya tetap berada di sel air sampai siang hari di hari keenam. Setelah itu saya pindah lagi ke ruang tahanan. Sekarang, saya tidak lagi gelisah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sebab, semua jenis penyiksaan yang bisa dibayangkan di tempat itu telah saya rasakan.
Saya serahkan segala urusan kepada Allah dan duduk bersandar di dinding. Selang beberapa saat, terlihat sesuatu bergerak-gerak. Ternyata, manusia-manusia biadab itu memasukkan banyak tikus ke dalam ruanganku.
Saya merasa ngeri dan mulai gemetar tak terkendali, lalu berdoa, “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan dan hal-hal berbahaya. Ya Allah, lindungilah aku dari kezaliman dengan hal apa pun yang Engkau inginkan dan dengan cara apa pun yang Engkau suka!”
Saya mengulangi doa ini hingga terdengar azan Zuhur. Saya bertayamum, shalat, dan berdoa. Saya terus berdoa kepada Allah sampai shalat Ashar. Seusai shalat Ashar, Safwat Al-Rubi datang.
Ajaibnya, pada saat itu hampir semua tikus telah lenyap. Tikus-tikus itu pergi lewat jendela. Safwat heran, ia mengamati sudut-sudut sel. Beribu pertanyaan seolah tampak di wajahnya.
Ia tidak bisa mencerna apa yang baru dilihatnya. Dia pun mengutuk dan bersumpah dalam kekecewaan. Dia kembali membawaku ke sel air, dan membiarkannya selama delapan hari. Kelelahan begitu terasa dan hampir tak tertahankan. Pada hari kesembilan, Safwat, Riyad, dan seorang tentara berseragam militer datang ke sel dan mengancam bahwa ini adalah kesempatan terakhirku untuk menyelamatkan diri. Lagi-lagi, mereka menyuruhku untuk mengakui segala sesuatu yang mereka inginkan dariku. Jika tidak, mereka akan menghabisiku.
Riyad menggertak, “Apakah kamu benar-benar berpikir bahwa Tuhanmu memiliki neraka? Neraka itu di sini, di bawah kekuasaan Nasir! Surganya Nasir nyata, dan ada di sini. Bukan imajinatif, seperti surga yang Allah janjikan untukmu!”
Saya terus berdoa kepada Allah, meskipun Hamzah dan sepuluh tentaranya datang.
“Hamzah, apa yang harus kita lakukan dengan keparat ini?” Safwat bertanya kepada Hamzah. Hamzah melihat tentara-tentara bawahannya dengan muka garang.
“Apa yang kamu minum?” Teriaknya.
“Teh, pak…” Kata para prajurit.
“Teh…?” tanya komandan Hamzah dengan rona bengis. Kemudian ia memberi instruksi kepada Safwat, “Safwat! Bawa mereka pergi dan beri masing-masing sebotol anggur dan ganja. Beri mereka makan segala sesuatu yang mereka ingin makan. Kemudian lemparkan wanita jalang ini (Zainab) kepada mereka. Aku akan memberikan masing-masing hadiah atas jasanya.”
Mereka kemudian berlalu. Saya tetap berada di sel sampai shalat Ashar dan terus berdoa. Tiba-tiba pintu terbuka, dan Safwat bergegas ke arahku, menarikku dengan lengannya. Riyad lantas angkat bicara, “Apakah kau ingin menjadi orang suci? Tentara yang kami utus kepadamu kemarin, sekarang di rumah sakit, menderita keracunan. Mereka akan kembali besok untuk melahap dagingmu. Ini adalah perintah Nasir, karena dia tidak akan pernah meninggalkanmu. Kami telah mencoba berkali-kali, tapi kau menolak mengubah pendirianmu. Apakah kau ingin menjadi syuhada?”
Saya tidak menjawab ocehannya, diam seribu bahasa.
“Jawab aku! Jawab aku!” dia berteriak lantang.
“Di mana cambukmu Safwat?” lanjutnya.
Safwat mencambuk tubuhku. “Cambuk terus Safwat…jangan berhenti!” teriak Riyad.
“Apa yang kamu inginkan dengan menjadi orang suci, dasar wanita jalang…!” Riyad kembali membentakku.
“Apakah kamu ingin setelah 30 tahun kematianmu, orang-orang akan membangun monumen di masjid dan mengatakan bahwa Zainab Al-Ghazali Al-Jubaili menunjukkan karamahnya di penjara?
Tapi ingat, kau sekarang di sini bersama kami, bahkan iblis tidak akan tahu apa yang kita lakukan kepadamu!”
Saya tertawa di depan wajahnya meskipun rasa sakit mendera seluruh tubuhku. Itu tawa ejekan, mencaci kebodohan dan arogansi. Saya berkata pelan, “Setelah apa yang kau katakan, Allah tidak akan menjauhi kami. Kami akan berusaha melawan, bersabar, dan mengalahkan apa yang Anda sebut sebagai nerakanya Nasir. Kami adalah pencari kebenaran, kami mencari Allah dan keridhaanNya. Allah akan melihat kemenangan kami atas kalian dan akan membalasnya dengan siksaan yang lebih pedih dari yang kami alami.”
Kematian Mendadak Jamal Abdul Nasir
Nasir tidak bisa menerima kenyataan bahwa seorang pria dan seorang wanita telah menggagalkan masa depannya. Pria itu adalah Abdul Fattah Ismail, dan wanita itu adalah saya (Zainab Al-Ghazali). Kedua aktivis muslim itu telah membuat begitu banyak kekacauan, hingga Nasir tidak bisa menikmati kekuasaannya dengan damai. Penguasa diktator, Jamal Abdul Nasir, terkena serangan jantung.
Zainab menuturkan:
Hari demi hari, malam demi malam, kematian Nasir terus diberitakan dengan terus diiringi isak tangis, teriakan, dan ratapan kesedihan. Ironinya, kami membaca berita dari seorang Syekh yang menjelaskan bahwa Nasir adalah pahlawan Islam.
Saya bersumpah, itu adalah Syekh yang beberapa tahun lalu pernah datang ke rumahku. Maka dari itu, saya katakan bahwa mereka yang menganggap Nasir sebagai pahlawan Islam adalah kafir; keluar dari agama Islam dan rugi dunia-akhirat. Dalam kondisi seperti ini, kami menerima berita kematian Nasir. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang hidup abadi.
Bebas dari Penjara
Tanggal 9 Agustus menjadi momen yang tak terlupakan bagi Zainab. Setelah merasakan getirnya siksaan di penjara selama 6 tahun sekaligus berakhirnya kekuasaan Jamal Abdul Nasir. Maka, atas banyaknya desakan, pemerintah saat itu, yaitu Anwar Sadat membebaskan Zainab dari kurungan.
Apakah setelah bebas dari penjara ujian dan hambatan dakwah hilang? Tentu tidak. Setelah keluar dari penjara, Zainab kembali ke dunia dakwah. Ia ia dianjurkan untuk menghidupkan kembali majalah Sayyidat Muslimah dengan menjadikan dirinya sebagai direkturnya. la akan menerima kucuran dana sebanyak 300 Pounds perbulan, dengan catatan harus bersedia mengusung kepentingan-kepentingan pihak donatur.
Dengan sangat tegas Zainab menolak dan mengatakan bahwa mustahil baginya mendirikan sebuah penerbitan untuk mengusung pemikiran-pemikiran sekuler. la mengatakan pula bahwa penerbitan ini didirikan untuk kepentingan Islam dan bukan untuk kesesatan.
Zainab kembali menggalakkan kegiatan dakwah dengan melakukan pengajian-pengajian dan seminar-seminar di Mesir sendiri maupun di luar negeri. Adapun negara-negara yang pernah ia kunjungi adalah Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Yordania, Al-Jazair, Turki, Sudan, India, Francis, Amerika, Kanada, Spanyol, dan lain sebagainya.
Meski kehidupan keluarganya tidak dihadiri dengan buah hati, Zainab menganggap bahwa semua anak-anak Islam merupakan anak-anaknya juga. Begitulah, Zainab menghabiskan sisa hidupnya dalam gelimang dakwah Islamiyah. Hingga akhirnya jatah rizkinya telah habis dan Allah pun memanggilnya dalam ketenangan pada Rabu, 3 Agustus 2005 di kala umurnya menginjak 88 tahun.
Kehidupannya begitu mulia dalam dakwah. Kisah-kisahnya penuh hikmah dan karya-karyanya begitu menginspirasi seperti “Ayyam min Hayati”, Nahwa Ba ‘su Jadid, Maa Kitabullah, Muskilatu Sabab wa Fatayat.”
Selamat jalan wahai muslimah shalihah nan tangguh. Meskipun dirimu telah tiada, jiwa dan semangatmu tetap tertanam pada muslimah-muslimah masa kini. Wallahu a’lam bi shawab. | DBS | Kiblat | Myhelb Membaca Zaman
Tags: