https://myhelb.blogspot.com/ | Sebagai pengusaha dan politisi asal Aceh yang telah sukses di tanah air, kalau dipikir-pikir, apa sih yang kurang dari seorang Surya Paloh? Dia hanya perlu fokus bagaimana 'membelanjakan' uangnya untuk terus membangun kerajaan bisnisnya. Di Politik, dengan limpahan uang yang ia dapati dari berbagai bisnis yang ia miliki, uang itu ia gelontorkan untuk membangun dan membesarkan partai yang ia sendiri dirikan.
Dalam lingkup kerajaan bisnisnya, sah-sah saja kalau anaknya ia siapkan sebagai 'putra mahkota' yang akan menjadi penerus dirinya bila dirinya pensiun dari aktif membesarkan bisnis.
Namun hebatnya, dalam ranah politik, Surya Paloh memegang teduh prinsip 'pemaksaan kehendak'. Apa itu? Ya, sikapnya tegas tidak mau menggodok anaknya menjadi cawapres yang akan mendampingi Anis Baswedan.
Padahal ia tau, Prananda Surya Paloh--dengan koneksi dan 'kekuatan bargaining' ayahnya, bisa saja diduetkan dengan Anies. Tapi, ini soal sikap, no, ia tak mau 'mengkarbitkan' anaknya itu terlalu dini. Surya Paloh paham betul, sesuatu yang instan akan berakibat malu dikemudian hari. Malu kepada Prananda sendiri, bahkan bisa juga ia tuai pada dirinya dan partainya. Sorry yeee... kamu harus banyak belajar dulu, nak, ya! Mungkin begitu batin Bang Surya. Mungkin.
Pada saat nama Anies belum mencuat kepermukaan diusung NasDem sebagai Capres, yang selalu dipromosikan oleh DR Teuku taufiqulhadi ke telinganya terus menerus tanpa lelah, pernah seorang kader NasDem asal Jawa Timur bertanya secara khusus kepada Bang Surya Paloh dalam sebuah forum; mengapa bapak tak mengusung putranya Prananda Surya Paloh sebagai cawapres dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Kontan, Surya Paloh langsung menjawab secara retoris; ia akan menimbang kepantasan anaknya menjadi cawapres. Surya Paloh masih memikirkan aspek kemampuan dan pengalaman yang dimiliki sang putra.
"Tentu saya berpikir dalam hati saya, pantas enggak dia menjadi calon wakil presiden?" kata Surya Paloh di NasDem Tower, sebagaimana disitat CNN Indonesia (11/12/23) tahun lalu.
"Walau saya punya kesempatan mencalonkan dia, tapi saya berpikir, pantas atau enggak?" ia melanjutkan. Jawaban itu disambut gemuruh para kader Partai NasDem yang hadir.
Lha, saya sendiri juga kaget. Sekelas anak pendiri berbagai perusahaan dan Ketum parnas saja masih mikir-mikir saat mau menjadikan keluarganya sebagai 'dinasty kekuasaan', padahal kapasitas lulusan Political Science, Monash University, Australia itu apa kurang, coba. Tapi tetap babenya tak ambisius, tak serta-merta mau saja mengkarbitkan anaknya. Masih ada waktu panjang untuk menampa diri. Pikirnya lagi.
Mungkin Surya Paloh type seorang ayah yang masih punya 'urat malu', pasti. Kalau tak ada lagi kabel malu, ya beliau pasti dari dulu sudah kalang-kabut mencari cara menjadikan putranya itu sebagai Cawapres, kalau bisa hukum pun di utak-atik buat anaknya. Tapi ia memilih masih 'waras'.
Lebih jauh, Surya Paloh mengatakan ingin anaknya melewati berbagai proses berpolitik dahulu sebelum menapaki jenjang yang lebih tinggi. Ini hebat! Rupanya Surya Paloh masih berharap Prananda itu bisa mengalami berbagai proses jatuh-bangun dulu sebelum kelak menjadi memahami apa arti 'asam sulfat'.
"Jadi mungkin kalau anak saya berani tanya pada saya, saya pasti akan katakan tunggu dulu, akan tiba saatnya," ia menjelaskan. Yah, Dik Prananda juga harus hati-hati, ya. Jangan minta macam-macam dulu, tahu diri. Bapak bukan type pembangun dinasty kekuasaan, melainkan sang supervisor bagi generasi masa depan! | Halim El Bambi | https://myhelb.blogspot.com/