Halim El Bambi (penulis) dalam sebuah moment bersama Islamuddin |
Bertemu dengan Bang Islamuddin ST disebuah waralaba kuliner canai mamak, Banda Aceh.....
Orangnya sangat 'selow', merujuk pembawaan seseorang yang cenderung pendiam dan tidak 'greh-groeh'. Namun meskipun sekilas beliau orangnya tenang, calming, atau lebih tepatnya cool, beliau sebenarnya enak diajak bicara terutama masalah yang mendera Aceh kekinian.
Kalau sudah matching, konek antara satu sumbu dengan sumbu lainnya, maka tak jarang beliau juga sesekali menyelipkan guyonan, membuat para hadirin tertawa, namun anehnya beliau sama sekali tak ikut tertawa, padahal ia sengaja membuat suasana menjadi gelak.
Meskipun pembawaan saya suka tertawa saja saat bertemu denganya, dan sebenarnya dengan siapa saja, tak terkecuali, namun khusus saat berjumpa dengannya, agak susah untuk mencari bahan supaya ia tertawa terbahak-bahak.
Sebenarnya agak misterius saya melihat sosok bang Is ini. Orangnya sulit ditebak, apakah sedang senang atau susah, tak ada perbedaan. Namun yang pasti beliau tak senang apabila pembicaraan mengarah pada 'personality yang lebih dalam' tentang dirinya. Misalnya tentang; apakah abang masih single? Atau sudah berkeluarga? Rasa-rasanya pertanyaan itu tak perlu kita utarakan.
Saya sudah mengenalnya sejak lama, namun belum terlalu begitu akrab memang, masih ada sekat-sekat, atau karena ia masih menganggap aku terlalu junior dimatanya, itu harus saya akui.
Memang beliau ini senior saya dulu bila bicara soal aktivitas sosial dan kemanusiaan. Setahu saya, dulu bang Islamuddin adalah aktivis kemanusiaan yang sangat getol turun ke jalan-jalan, ikut berdemo dengan para demonstran lainya, memprotes dicabutnya DOM dan penuntutan Referendum bagi Aceh. Kautsar, Aguswandi, dkk lain dari SMUR, Farmidia, PCC dll adalah bagian dari sel-sel aktivisme dirinya. Ia adalah salah satu aktor yang lebih banyak 'tak bicara' didepan, ia lebih banyak mengonsep dibelakang layar.
Pada tahun 1998, aktivis-aktivis Aceh yang kerap membuat demo referendum sempat diburu dan ditangkap. Meskipun sebagian dilepaskan setelah brainwash, namun para dedengkot demo seperti Aguswandi sempat kabur ke luar negeri dan hingga sekarang ia sudah aktif di PBB.
Kautsar, lelaki ceking namun punya nyali itu terpaksa menghilangkan diri direrimbunan hutan Pidie dan Bireuen. Sementara, Islamuddin tak tau dimana rimbanya. Tak ada kontak apapun, yang pasti, saya memprediksi, ia masih di Banda Aceh hidup nomaden. Menjalani hidup dari satu kantor LSM ke kantor LSM lain sudah merupakan siklus baginya.
Saya sendiri tak pergi kemana-mana karena di kantor Koalisi NGO HAM pada masa itu lebih aman karena didalamnya banyak bersemayam para advokat pembela HAM.
Hingga DOM dicabut saya sudah tak pernah lagi berjumpa dirinya, bahkan paska gempa dan tsunami Aceh 2004 pun, bang Is masih saja sulit ditemukan entah dimana.
Hingga tersiar kabar, tiba-tiba Bang Is yang kehidupannya misterius ini diangkat dan dilantik sebagai salah satu pejabat tinggi di Sabang, padahal beliaua sli Pidie Jaya.
Saat dirinya bertransformasi dari aktivis ke pejabat elit kota Sabang, tak sekalipun saya berjumpa dengan dirinya.
Namun setelah tak lagi menjabat dan habis masa jabatan, Bang Is sempat kembali mencalonkan diri dalam pertarungan pemilihan bupati Pidie Jaya ditahun berikutnya. Disini baru saya sempat bersua kembali dengan dirinya setelah remah-remah kekuasaan tak ada lagi ditangannya. Ia minta bantu kepada saya untuk membrandingnya. Lalu terjadilah kolaborasi.
Beberapa bulan sempat saya branding dan namanya sudah mulai meroket kembali. Publik bertanya siapa Islamuddin dll. Elektabilitasnya kembali setara dengan calon lainya dari Nasdem seperti Yusri Melon.
Namun anehnya, ditengah perjalanan, tiba-tiba Bang Is mengundurkan diri sebagai cabup Pidie Jaya 2018. Entah mengapa, saya ikut kaget. Maka semua kerja keras bidang pencitraan (branding) menguap begitu saja, padahal kans nya 5:5 dengan pasangan lainya. Hingga pada akhirnya pasangan dari Partai Aceh, Aiyub Abbas terpilih sebagai bupati Pidie Jaya menggantikan Kamaruddin Andalas.
Pada awal 2019, Gubernur Irwandi Yusuf mengangkat dirinya sebagai Wakil Kepala BPKS Sabang. Pada masa ini, posisi saya yang juga di BPKS berada diujung tanduk setelah perseteruan antara Kepala baru dilantik SF versus Nova Iriansyah, yang masa itu sudah menjabat Pj Gubernur.
Aku berharap, Islamuddin melakukan 'sesuatu' untuk menahan aku di BPKS, namun semua berjalan tak sesuai harapan. Aku tak marah dan kecewa. Buktinya aku tetap menulisnya untuk citra romansa. Pertemanan terus berlanjut, karena itu sesuatu yang manusiawi.
Hingga kembali hilang kontak untuk beberapa tahun kedepan paska dirinya tak lagi berdedikasi untuk kawasan Sabang. Padahal aku rencana mau memberanikan diri kembali bertanya dan menyodorkan beberapa nama untuk jodohnya. "Kiban bang, peu kajuet lon mita boh lam oen dari Pidie saboh?" | Halim El Bambi