The Last Age (Era Kocar-kacirnya AOE Aceh 2000-2004)

Halim El Bambi
By -
0


Hingga detik ini, masih menjadi misteri mengapa King Delavega selalu diajak ‘sajan’ King Luk kemana pun beliau pergi. Pergi dalam arti, menjalankan misi baru dalam sebuah lembaga baru.

Begitulah, perjalanan hidup dan karir King Vega dimasa lalu, ia kenang kembali kepada Myhelb Membaca Zaman. Perjalananya hidupnya penuh tantangan-tantangan dan kejutan baru, meski sebelumnya juga harus melewati suka-duka yang tak terlupakan. Susah-senang, tawa dan tangis menjadi bagian bumbu-bumbu kehidupan.

Penghujung 2004, beberapa bulan sebelum terjadinya gempa dan tsunami, dimana era dari sejak 2000 hingga 2004 adalah era serunya AOE, tiba-tiba semua genk AOE mendapat ‘surprise’ dari Pak Bos (alm) MF.

Kabarnya, MF dapat info dari bidang finance bahwa tunggakan listrik membengkak naik dan membuat bos MF naik pitam. Maka dipanggillah semua genk AOE yang dianggapnya sebagai biang kerok melonjak-lonjaknya biaya listrik.
Namun anehnya, meski hampir rata-rata yang lelaki adalah maniak AOE, namun hanya beberapa saja yang dipanggil MF untuk disidang didepannya. Ada apa ini, kok diskriminasi, pikirnya saat itu. Jangan-jangan ada pengkhianat atau si munafikun sedang cari-cari muka ke bagian finance. Didepan baik berteman, dibelakang rupanya menyikut kawan. Padahal munafikun itu juga maniak AOE. Aku pertama sekali dipanggil. Yang lain mungkin menyusul.

Aku lihat wajah bos MF sudah memerah menahan amarah. Nampaknya ia sangat murka, terlebih kerja-kerja internal sedang padat, ditambah pula masalah tunggakan listrik yang biangnya karena sebuah ‘komunitas kalong’ (maksudnya aktif malam).

“Peu ka peulaku tiep malam. Kacoek barang-barang ka bungkoh uluwa kedeh…!” teriak MF sambil mengangkat telunjuk seraya mengusir King Vega.

Si Vega yang mendengar amarah MF sontak kaget bak kena petir disiang bolong. Ia benar-benar terkejut sambil berurai air mata. Wajahnya ikut memerah lalu tanpa basa-basi terus ngeloyor keluar ruangan. Dilihatnya MF masih saja tepok jidat, tanda ia benar-benar murka dengan kenyataan yang ia hadapi.

Paska insiden pemanggilan tersebut, iklim AOE menjadi meredup. Suasana jadi cooling-down. Masing-masing menahan diri. Namun King Vega masih penasaran siapa pelapor atau pengkhianat yang telah membuat dirinya mendapat kata-kata kasar dari Pak Bos MF.

Meski MF tidak benar-benar serius mengusir King Vega –karena MF masih menganggap King Vega salah satu sosok yang telah membesarkan lembaga itu, dan lagi pula karena emosi sesaat MF—namun King Vega benar-benar shock. Hari-harinya hanya bisa meratapi kemarahan MF. Ia menyesal kenapa MF tega mengeluarkan kata-kata itu kepada dirinya. Padahal ia tak punya rumah lain untuk berteduh karena posisinya adalah perantau.

Namun yang paling ia kecewa adalah mengapa hanya sampai dirinya saja yang dipanggil, sementara yang lain hanya dinasehati datar saja. King Luk sebagai dedengkot AOE tak dipanggil. Lagi pula, King Vega tak ingat, apakah King Boncel dan King Kurawa dkk lain juga ikut dipanggil saat itu? Sehingga memunculkan kecurigaan ada ular berbisa dua diantara genk AOE yang tampil sok pahlawan bagi kantor. Pengkhianat itu ada diruangan data, pikirnya saat itu.

**

Waktu terus berlanjut. Aktivitas di kantor masih lanjut seperti biasa, sibuk dengan tupoksinya masing-masing. Ruang TPKA silih berganti didatangi klien dari berbagai penjuru Aceh. Mereka aktif melakukana advokasi.

Sementara genk-genk AOE masih tegang meski kerja tetap serius, namun sesekali muncul gelak tawa. Tapi sudah tidak lepas seperti dulu lagi, sebab bagi King Vega, pertemanan sudah bersifat munafik. Ia pun bersikap memilah-pilah teman. Mana yang pas buat cakap saja dan mana yang pas buat becanda dan curhat. Yang munafik ia jauhi pelan, namun pasti.

Penghujung 2004, tiba-tiba dunia dikejutkan gempa dan tsunami yang sangat dahsyat. Titik gempa berada di lautan Hindia, berdekatan dengan Padang. Gelombang itu lalu meluncur cepat kearah ujung barat provinsi Aceh. Hingga Banda Aceh dan sekitar –bahkan sampai ke Sri Lanka dan Thailand--luluh-lantak diterjang tsunami maha dahsyat. Ratusan ribu nyawa melayang. Kerusakan super parah.

Dari Lamjame kami mendengar kabar, wilayah itu rata dengan tanah. Keluarga besar KNGO tercekat kerongkongan. Bukankah di Lamjame itu tempat tinggal (rumah kediaman) MF? Benar saja, tak ada yang tersisa dari Lamjame. Semua rumah hancur berkeping. Hanya tinggal dasar fondasi rumah saja. Bayangkan, betapa kuatnya terpaan air bah yang menghantam.

Innalillahi, semua keluarga MF hilang tak berbekas paska diterjang tsunami. Seandainya hanya gempa saja, mungkin masih ada peluang mereka untuk bertahan hidup. Namun musibah paling besar dalam sejarah Aceh itu, bukan hanya gempa yang menggoyang, tapi disusul juga terjangan air bah secepat 300 km/jam. Tak terbayangkan, bagaimana manusia saat itu, seperti diaduk-aduk dalam blender.

Semua keluarga besar KNGO berduka, tak terkecuali genk AOE. King Vega teringat kembali kesan-kesan baik sang pemimpin MF masa hidupnya yang getol memperjuangkan penegakan HAM itu. Ia hanya bisa berdoa kepada almarhum MF dan sekeluarga semoga Husnul Khatimah. Apapun cerita, MF adalah sosok yang berjasa baginya selain King Luk hingga saat ini. Tak baik memendam masa lalu yang suram itu. Semua ikhlas mengiringi kepergian MF dan keluarga yang tragis. Semoga arwah mereka mendapat tempat terbaik disisi-NYA.

Hancurnya era AOE (semua anggota AOE kocar-kacir)

Paska gempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 itu, kerja-kerja KNGO sudah tak fokus lagi dibidang pendataan dan kampanye HAM. Fokus berganti pada bidang rekonstruksi dan rehabilitasi.

King Vega masih fokus di KNGO, namun lebih aktif bersama dengan Tim Search and Rescue Jogjakarta yang datang dan ngebase di kantor KNGO. Misinya adalah mencari dan menemukan mayat, lalu mengevakuasi mayat ke kuburan massal.

Sementara itu, King Luk selain masih lekat di KNGO sebagai manager program, beliau juga diminta pejabat tinggi di BRR untuk ikut membantu lembaga yang didirikan pemerintah pusat itu.

Semua aktivis Aceh masa itu juga berbondong-bondong migrasi ke BRR. Karena disini ‘tambang emasnya’ sangat menggiurkan. Tapi inisiatif King Luk kesitu murni karena diminta pemikiranya buat ngeset program-program hight-priority oleh elit di BRR. King Luk ahlinya kalau soal ini.

Sebenarnya King Luk tak terlalu nafsu di BRR, pikiranya masih fokus di KNGO, apalagi kawan-kawan seperjuangan di AOE masih ngendon di KNGO. Ada rasa sayang meninggalkan mereka sendiri, pikirnya.

Namun, mengingat BRR adalah sebuah kantor maha besar, dengan cakupan/lingkup kerjanya yang sangat luas, King Luk lebih banyak habis waktu di Batoh, maskar BRR. Siang dan malam ia habiskan di kantor yang dipimpin Pak Kun. Ia benar-benar pekerja sekaligus pemikir keras. KNGO ia kendali via telepon nokia ‘ukuran bisa lempar pencuri’. Masa itu, pakai Nokia merek begituan sudah sangat mewah, yang lain mah lewat. Sesekali King Luk juga menyambangi KNGO do Geuceue, tapi durasinya makin lama makin mulai jarang.

Lalu kepemimpinan KNGO mulai diambil alih oleh Faisal Hadi. Manager Data dulu yang tak gemar AOE. Tapi bukan beliau yang melapor King Vega dulu ke (alm) MF. Selama beberapa bulan FH memimpin KNGO—paska mundurnya Risman A Rachman sebagai Direktur menggantikan (alm) MF, King Luk sudah benar-benar 24 jam sering di BRR. Nampaknya beliau sudah sangat fokus di Rehab-Rekon itu. Apalagi, kompatriotnya, Risman, juga sudah migrasi ke BRR.

Donatur-donatur untuk KNGO mulai menghilang satu persatu. Mereka lebih fokus bekerjasama dengan BRR. Akhirnya, setelah kerja-kerja evakuasi mayat usai dilakoni King Vega bersama Tim Search and Rescue yang base di KNGO. Kerja-kerja advokasi HAM KNGO mulai sepi. Satu-satu aktivisnya cabut.

Dalam sikon inilah, King Vega kembali didekati King Luk untuk diajak kesebuah lembaga lain yang diberi nama AI. Itu terjadi pertengahan 2005. Kantor AI masa itu ada di Lamprit, persis seberang jalan dekat dengan rumah Kak Pia (atau mertua) King Luk. Nah, di era hengkangnya King Vega dari KNGO ke AI (yang didalamnya kebanyakan peneliti/akademisi), dan King Luk ke BRR, disinilah AOE tak lagi seseru masa lalu. Anggotanya sudah kocar-kacir mencari map baru.

Disini pula, paska dirinya aktif di AI, King Vega sudah tak ingat lagi bagaimana nasib teman-teman seperjuangan AOE di KNGO. Misalnya kemana King Kurawa pergi masa itu? Lalu kemana King Boncel aktif? Apakah masih di KNGO? Juga teman-teman lainya tak sanggup lagi ia ingat. Padahal otaknya sudah ia putar ke masa itu, tetap tak ketemu alurnya. Mungkin kawan-kawan bisa menjelaskan di kolom komentar. Jangan diam saja, ini juga sejarah meski saya tulis buat fun-fun mengenang masa lalu. Nuansa sejarah dalam tulisan ini lebih kental, dari sekedar hiburan.

Tersiar kabar, hanya Saed Robot bersama King Kurawa (Heri) yang masa itu masih semangat-semangatnya terus mencoba merekat-kembali tali silaturrahmi antara genk AOE yang era kejayaannya sudah bisa dikatakan stagnan, kalau tak mau disebut punah.

Dikampung halamannya, baik King Vega maupun King Robot masih sempat menjadikan rumahnya sebagai markas reuni genk AOE dan menggelar pertempuran bersama beberapa genk-genk AOE Pidie, termasuk King Pasee Saifuddin dkk sempat datang ke rumah King Vega untuk menjemput rindu suara pembuka multiplayer AOE.

Namun pertempuran terakhir ; ‘The last fight’ selanjutnya lebih sering digelar dirumah King Robot di Adan, Mutiara. Disini, sentukan speed King Vega masih seperti masa lalu. Ia masih menjadi momok bagi King lainya. | Halim El Bambi | Penulis di Komunitas AOE Indonesia

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)