Pensiunnya Sang Maestro AOE : King of Abuluk
Oleh: Halim El Bambi | Admin Romansa Empire
MYHELB MEMBACA ZAMAN | Sebenarnya, kalau boleh jujur, yang membuat teman-teman komunitas AOE Banda Aceh masa itu cukup semangat menjajal multiplayer AOE adalah karena kehadiran sosok 'King Luk'.
King Luk merupakan sosok yang sangat dihormati dikalangan pegiat human-act, kampus bahkan di komunitas AOE yang meski anggotanya limited edition, tetap dianggap sebagai 'the leader'.
Pembawaannya lebih cool ketimbang banyak bicara grusak. Ia sosok intelek. Pikiranya lebih banyak dicurahkan untuk melahirkan konsep-konsep yang memajukan sebuah lembaga/komunitas, atau grand design sosial-ekonomi untuk membantu masyarakat grassroot masa itu yang sedang tertekan akibat konflik bersenjata antara gerilyawan versus pemerintah yang tak berkesudahan.
Pemikiranya berupa program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, capacity building dll ia tawarkan kepada banyak lembaga nirlaba (LSM) maupun ke pemerintah dan kampus. Banyak pihak menaruh hormat padanya. Selain cerdas, ia juga jarang berseteru dengan para pihak. Ia berteman dengan semua kalangan dengan baik, nyaris tak ada musuh dalam kamus hidupnya. Ia benar-benar low-profile. Pintar tapi tak mau menonjolkan sisinya itu, ia takut riya. Dibutuhkan, tapi ia tak merasa dirinya diperlukan. Ia tak mau lebay, sebab kamus sombong dan angkuh tak ada dalam darahnya. Terkadang sisi pribadinya terbilang penuh misteri. Yang pasti, karena kepribadianya yang suka menolong itu, ia banyak disukai semua makhluk berkaki dua yang berakal. Tak ada celah buat mencari sisi gelapnya, sebab semua terang benderang. Ia manusia lurus, ateuh gareh. Tak macam-macam.
Sedari kampus, bersama dengan beberapa teman akrab lainya, seperti Afrizal Tjoetra, Erwin Setiawan, Budi Art, (alm) Azwar Nurdin, Evi Narti Zain, Sofia, dan sahabat junior dan senior lainya pernah aktif di UKM Pers yang masa itu menjadi corong demokrasi kritis dari kampus Unsyiah. Mereka juga ikut menjadi motor penggerak aksi demo menuntut penegakan HAM dan demokrasi di Aceh dan sejumlah kasus-kasus sensitif lainya.
Untuk lebih maksimal berdedikasi membantu masyarakat secara langsung. Alumni-alumni UKM Pers ini lalu 'bermigrasi' ke ruang yang lebih luas lagi. Lukman, Afrizal Tjoetra, Evi Narti, (alm) Azwar Nurdin, TM Zul lalu menjadi bagian top manajerial Forum LSM Aceh pada era kepemimpinan (alm) Abdul Gani Nurdin (Direktur). Afrizal didapuk sebagai Sekjend, Evi mendapat porsi di bidang Manager Keuangan, Lukman Manager Publikasi/program dan Azwar sendiri kalau tak salah wakil direktur Pak Gani. Sementara itu Budi Art memilih mendirikan lembaganya sendiri yaitu sebuah jaringan penguatan adat yang dinamakan JKMA.
Pada tahun 1997, saat Om Luk aktif di UKM Pers ini pula, saya berkenalan dengan dirinya dan segenap keluarga besar UKM lainya. Semua adalah senior saya masa itu. Di UKM ini saya didapuk sebagai kartunis, pelukis kartun untuk majalah Detak Unsyiah, sekaligus bantu-bantu lay-out.
Dikarenakan siap selalu membantu kerja-kerja penerbitan majalah DeTAK itu pula, termasuk Isralidin (Mister Rael), Bang Lukman mengajak saya gabung ke Forum LSM Aceh, medio 1998. Di Forum situasinya lebih 'makmur'. Makanan dan minuman selalu tak putus, beda saat masih di UKM, rata-rata manusianya pada kerempeng semua akibat kurang makan, sama dengan kurang gizi. Maklum saja, di UKM itu miskin keuangannya. Kalau makan nasi bungkus kadang harus berbagi dengan teman lainya.
Kadang sebungkus berdua dan bertiga. Maklum saja, ala anak demonstran. Kebersamaan yang tak terlupakan. Aku kerap sakit saat kekurangan gizi dan kerap dijenguk oleh Bang Lukman ke tempat kostku di Lampineung. Karena merasa prihatin, Lukman lalu mengajak saya ke Forum LSM Aceh. Ia tampil seperti sosok ayah bagiku. Sangat peduli dan dengan penuh kasih sayang dan kesabaran terus membina komunikasi dari hati ke hati. Begitulah pendekatan prikologis yang ia lakukan kepada sesama. Sangat menyentuh kalbu.
Ilmu lay-out majalah pun saya dapatkan langsung dari Bang Lukman yang masa itu masih memakai PC DOS di Forum LSM Aceh. Disket dimana-mana. Hilang disket, nggak bisa pula hidupin komputer, dan data bisa punah. Masa itu belum muncul windows sebagai jantung operasinya. Setelah program microsoft windows perdana dilaunching oleh Bill Gates ke seluruh dunia, barulah tampilan komputer mulai 'imperial age'. Program desain grafis semacama adobe diinstal Bang Lukman dan aku diajarkan bagaimana memperbaiki foto di adobe Photoshop dan merancang sebuah media cetak di adobe pagemaker yang lebih canggih. Koneksi wasantara milik kantor pos menjadi andalan mengirim dan menerima email masa itu. Antara Forum dengan UKM Pers DeTAK pun tak bisa dipisahkan. Orangnya itu-itu juga, saling sinergis.
Di Forum, pada malam harinya rupanya aku tak sendiri. Ada Surip Widodo yang sudah duluan mangkal dan menjadikan forum sebagai rumahnya. Ia tinggal disebuah ruangan seorang diri. Tak jelas siapa yang bawa dirinya ke Forum, prediksi aku mungkin (alm) Maimul Fidar, salah satu pendiri Forum yang nantinya akan mendirikan KNGO HAM bersama aktivis LSM senior lainya. Benar saja, 1998, Koalisi NGO HAM dirikankan untuk pertama sekali. Kantornya berada persis disamping Forum, sisi kanan kantor Forum tahun 1997 yang masih beralamat di Taman Siswa, Merduati.
Ketika aku lebih sering di Forum, Surip menawarkan sebuah dipan untuk aku jadikan tempat istirahat. Jadilah kami sekamar masa itu. Sementara Rael sebelumya kerap bolak-balik antara UKM Pers - Forum dengan bus kampus, pada akhirnya juga sudah sering nongol di Forum saja, mungkin karena pasokan ransum dan kopi tak pernah putus disini. Jadi betah. Ia pun akhirnya jadi bagian keluarga besar Forum bidang 'beli-bawa pulang ransum'. Kalau mau jumpai Rael, masuk saja ke ruangan milik (alm) Azwar, disitu ia lengket dengan memelototi komputer siang-malam, pagi-siang, malam lagi. Hidupnya tak jauh-jauh dari komputer dan internet. Ia paling disayangi Azwar yang suka mencandainya karena penurut dan tak punya kamus tersinggung. Sebuah kepribadian yang membuat banyak orang suka berteman dengan dirinya. Namun ia tetap fokus pada dunianya saja.
Ketika Maimul Fidar didapuk sebagai Direktur Koalisi NGO HAM pada penghujung 1998. Lalu Bang Lukman mencomot saya dari Forum dan memintanya untuk fokus di Koalisi NGO HAM saja pada bidang data dan kampanye. Saya lalu difasilitasi perangkat kerja, diberikan kebebasan berekpresi sebesar-besarnya untuk membuat lembaga menjadi besar dan terkenal. Kontan saja, aku gembira menerimanya. Disana sudah ada Defi (sekretariat), Vera (finance), Islahudin (RT). Bang Lukman sendiri diangkat sebagai Manager Program. Ialah otak grand design lembaga selain (alm) Maimul Fidar. Pada era ini Koalisi NGO begitu terkenal hingga seantero luar negeri. Karena kerja-kerja penegakan HAM semakin padat, maka dimasa ini pula dibentuklah pos-pos PB-HAM hampir diseluruh Aceh.
Teman-teman dari PB HAM seperti dari Aceh Selatan, Aceh Utara dan Pidie kerap menyambangi kantor pusat Koalisi dan berteman dengan seluruh staf. Kemungkinan besar, karena seringnya menyambangi rekan-rekan di pusat itu, sebagian mereka tertular 'virus permainan AOE', hingga membuat sebagian menjadi master. Masalah 'AOE' adalah bidang 'fun-fun', nggak ada hubungan dengan kerja serius di kantor. Ini dunia lain yang sedang saya ceritakan. Jadi nggak usah terlalu bersuudzan kepada komunitas AOE. Sebab masalah ini murni sebagai hiburan ditengah kelelahan bekerja siang dan malam.
**
Lantas siapa pelaku pembawa virus 'AOE' ini kehadapan para aktivis? Usut punya usut, rupanya Bang Lukman sudah mengenal Heri, mahasiswa disebuah lembaga pendidikan komputer, jauh-jauh hari sebelum saya mengenal Heri. Dari ia pula virus 'AOE' ditularkannya ke Abuluk.
Heri rupanya mengenal baik Lukman sebagai sesama orang Mutiara Pidie. Ia juga bagian dari keluarga besar Lukman. Heri di Jojo, sedang Lukman di Adan. Perjumpaan itu menghadiahi bang Lukman dengan AOE. Kemungkinan pengenalan AOE ini terjadi medio 1997-1998 saat Heri kerap bertamu ke rumah Kak Pia di Lamprit. Kemungkinan waktu itu Lukman dan Pia sudah menikah dan bang Lukman berdomisili di rumah mertua.
Bang Lukman sangat penasaran dengan AOE. Apalagi jiwanya memang hobi membangun bak arsitek ulung. AOE itu mirip SIN City. Penekananya bagaimana membangun negeri dari nol scara aesthetic hingga menjadi kuat. Player bertindak sebagai 'The King'. Karena itu, mengapa judul utama AOE perdana Age of Empire: 'The Age of King', 'Era para Raja' telah datang, maksudnya.
Ketika melihat AOE adalah sebuah permainan real time yang mengedepankan pembangunan sebuah negeri secara terstruktur dan lebih mengedepankan otak (strategi), bang Lukman langsung kepincut dengan AOE. Lalu Heri memberikan copian AOE ke komputer Bang Lukman yang nantinya menjadi cikal-bakal AOE itu menjadi booming/viral dan digandrungi oleh segenap rekan lainya hingga terbentuk sebuah komunitas.
Setelah merasa sudah menguasa AOE secara komplit. Muncul rasa kebosanan yang menghinggap dirinya. Pasalnya, selama itu ia hanya bisa melawan komputer yang terkadang cenderung cheated. Padahal disitu ada opsi buat 'multiplayer'. Maksudnya buat dimainkan secara massal 8 orang sekaligus.
"Opsi multi ada, mangapa pula harus hadapi komputer terus." pikiran bang Lukman terus terganggu. "Untuk mengajak orang lain, orang lain itu belum tentu bisa main." ia terus mengasah otak. Hingga bersama Heri muncul ide untuk mengajari ilmu kanuragan itu ke teman-teman lainnya.
**
Pada tahun 2000, saat Koalisi NGO HAM pindah kantor dari taman Siswa ke Geuceue Kayee Jato, entah bagaimana, Herizal sudah bekerja aktif disini. Kemungkinan karena kebaikan Bang Lukman sudah pasti. Maka, bisa dikatakan pada tahun inilah AOE mulai di'pasarkan' oleh Heri kepada teman-teman lainya. Tak terkecuali kepada rekan-rekan di PB HAM yang ada di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Selatan.
Di Pidie, tersiar kabar, Kurdinar dan Heri Teuton (Heri Saputra) sudah kemaruk AOE hingga menjadi master. Muharizal Hasan kerap melihat kedua kompatriotya itu main AOE, ia pun jadi ngiler akan AOE. Ia terus menjajal meski tak pernah bisa menjadi master. Lebih tepatnya, kerajaaannya kerap menjadi bahan uji coba serangan oleh Kurdinar maupun Heri Teuton.
Sama halnya dengan Saifuddin Idris dari Aceh Utara. Ia juga terimbas virus AOE dari Banda Aceh. Awalnya belum menjadi master dan sering menjadi bahan ulekan para master lain saat multi player di Banda Aceh. Gara-gara sering diremehkan itu pula, rupanya bang Saifuddin memendam rasa 'dendam'. Ia pun menjajal komputer selama 1 abad lamanya guna menguji ketahanan dirinya menghadapi serbuan lawan. Ia berhasil menjadi kuat setelah player-player empire biro pusat sudah mulai bosan bertanding akibat dimakan usia.
Karena masih penasaran itu pula, Saifuddin pada abad-abad berikutnya (dimana abad AOE sudah mulai meredup) kerap menantang para senior dari Banda Aceh itu. Berangkat merasa iba, master AOE Banda Aceh yang diperkuat Eldelavega, Saed Robot, Heri, Rahmad, sempat datang ke Aceh Utara memenuhi undangan Saifuddin Cs untuk menjamu mereka. Sebenarnya daya tarung master Banda Aceh sudah meredup. Era keemasan sudah habis masa saat diajak tarung ulang itu. Maka ketika master Banda Aceh sudah diprediksi kalah cepat (mengalahkan diri untuk memberi hiburan kepada Aceh Utara), membuat Saifuddin cs (termasuk alm. Ari Aba) dkk berjumpalitan senang. Rupanya nafsu mereka ingin mengalahkan master Kutaradja sangat serius.
**
Kembali pada pembahasan khusus mengenai Om Luk, beliau adalah master yang menguasai semua lini, semua bangsa dan segala celah tool yang ada. Kelebihan dan kekurangan tiap bangsa dalam AOE ia baca secara detil, bak seorang serajawan. Ya maklum saja, Om Luk memang senang membaca sejarah. Ia adalah seorang pemikir/intelektual bidang perdamaian bangsa-bangsa. Oleh karena itu, mengapa ketika berhadapan dengan ilmu AOE ia cepat matching dan menguasai seluk beluk bangsa (terran).
Bangsa yang kerap ia pakai adalah Teuton, kadang menjajal Byzantyum, Persian hingga Jepang, Turk atau Mayan. Namun dalam sejarahnya, bangsa Teuton-lah yang paling ia pilih secara dominan.
Memang harus diakui Teuton sangat tangguh. King Eldelavega sendiri pun kerap memakai bangsa dari Jerman Kuno ini dalam tiap aksinya mengalahkan lawan. Bangsa teuton memiliki sistem pertahanan sangat tangguh selain Spanish. Dengan Teuton dan Spanish di black forest, Eldelavega adalah King of Black Forestnya. Para rival kerap dibuat stres oleh Eldelavega, termasuk Om Luk.
Awal-awalnya memang Eldelavega kerap jadi bulan-bulanan King Luk, maklum saja kan masa pengenalan itu masih newbie, namun lama kelamaan, Eldelavega yang cepat belajar dan memiliki speed tinggi bila sudah didepan komputer, mampu mengimbangi permainan Om Luk yang penyabar tapi powerfull.
Bila keduanya sudah berhadap-hadapan secara face-to-face, maka yang tersaji adalah pembantaian massal tanpa kesudahan disebuah padang rumput. Bahkan Heri sempat berseloroh, seandainya tanah tempat tewasnya ribuan prajurit Teuton kedua belah pihak itu digali, bisa-bisa mengandung minyak mentah buat isi BBM motor bang Azwar Nurdin yang antik itu.
Tak ada tanda-tanda perang mereda apabila pertempuran tersaji antara King Eldelavega vs King Luk. Sejak dari jam 8 pagi - sore hari (minggu), bahkan bisa sampai malam, perang bahkan kerap belum usai di map giant. Betapa dahsyatnya pertempuran master senior vs master junior itu sampai-sampai hutan gundul se planet pluto hanya buat menyuplai pasukan baru dan mencetak bangunan (barrack).
King Luk benar-benar stres apabila berhadapan dengan King Eldelavega yang dengan kecepatan tinggi terus mengirim pasukan tanpa habis-habisnya.Pasukanyang dikirim memiliki harga murahan (tombak dan culok2). Tidak banyak menguras APBA, tapi efektif menggalau lawan dan membuat panglima perangnya garuk-garuk kepala, sambil membenarkan kacamata, tanda kelelahan mulai menghinggap.
Mungkin karena trauma lamanya durasi mengalahkan lawan yang sudah master, akhirnya AOE yangs semula buat fun-fun hilangkan stres, malah membuat dan menambah stres.
Pada giliranya, karena lawan-lawan sudah sangat sulit ditaklukkan, dan AOE menambah mumet pikiran. Lagipula usia pun sudah mulai tak memungkinkan lagi berlama didepan laptop dan karena pertimbangan kesehatan tubuh yang mulai menurun, akhirnya King Luk pensiun dari dunia AOE.
Dunia komunitas AOE berduka. Dalam kurun abad 2000 - 2011, sang master sudah tak lagi aktif berlaga. Ada rasa sedih namun mau dikata apa, semua telah menjadi kenangan (romansa). Beberapa rekans komunitas AOE mencoba membangkitkan kembali grup ini, namun semua menguap karena sang master yang telah pensiun telah membuat kehilangan semangat rekans lainya.
Akhirnya, keseruan era keemasan AOE Aceh hanya bisa dikenang dalam benak, tapi sangat sulit untuk diulang kembali seperti dulu.
Disebuah savanah rumput nan hijau, King Eldelavega berdiri termenung memandangi benteng (kastil) yang telah menjadi rerentuhan. Benteng dan alam sekitar yang berubah menjadi gersang menjadi bukti kedahsyatan perang antara dirinya dengan King Luk. Lalu musik mendayu mengiris hati dari 'Stronghold Soundtrack - The Maiden' dimainkan. Pikirannya pun menerawag jauh hingga ke era 2000-an itu. | Halim El Bambi | King of The Eldelavega |