Myhelb | Pada medio 2005-2010, pernah bersama dengan SM (Bapak Saiful Mahdi), begitu kami akrab memanggilnya di lingkungan civil society organizations (organisasi masyarakat sipil).
Beliau adalah salah seorang penggagas dan pendiri lembaga penelitian The Aceh Institute yang belakangan, lembaga itu menjadi sangat tersohor hingga ke mancanegara berkah situsnya yang selalu update per hari dengan produk andalanya adalah artikel-artikel ilmiah populer dan jurnal.
Bahkan pada saat SM sedang menimba ilmu di Harvard University Amerika Serikat, saya mengerakkan website lembaga ini secara jarak jauhnya bersamanya. Kami intens melakukan komunikasi chatting via yahoo messenger guna menggelola dan membesarkan The Aceh Institute, siang dan malam tak kenal lelah.
Setiap jam 1 pagi, saya sudah standbye didepan PC guna menunggu SM online di Amerika yang artinya waktu disana masuk siang/petang hari. Lalu kami rapat empat mata, mendistribusikan artikel siapa yang layak edit dan upload di situs The Aceh Institute. Hal itu terus kami lakukan sehingga tak ayal saat itu, situs AI satu-satunya dari kalangan lembaga penelitian yang paling aktif updating news dan artikel ilmiah popular. Sehingga AI saat itu juga dikenal bukan hanya sebagai lembaga riset terkemuka di Aceh, juga identik dengan situs yang sangat up-to-date di Aceh, bahkan di Indonesia. Data Alexa masa itu menunjukkan situs AI masuk 10 besar dengan situs-situs news nasional lainya seperti Detik, dll.
Bang SM bagi saya adalah orang tua, sekaligus abang dan guru. Meski secara lembaga beliau adalah atasan saya (Direktur Aceh Institute), namun beliau selalu dengan sabar dan cekatan membimbing saya hingga menjadi seorang editor yang jeli.
Tak perlu waktu lama memang, dibawah supervisinya saya pun diberikan kebebasan berekpresi dalam bekerja dan membesarkan Aceh Institute di bidang publikasi dan informasi. Website lembaga ini menjadi focused kerja saya hingga banyak sekali masa itu, penulis-penulis berbakat kini menjadi penulis handal, dimana karyanya kerap menghiasai kolom-kolom di media massa atau jurnal-jurnal resmi. Hebatnya masa itu, Redaksi Aceh Institute dalam menggodok dan mencetak penulis muda, tetap menyediakan honorarium tertinggi yaitu 1 artikel diberi apresiasi mulai dari Rp 200 rb untuk karya artikel populer hingga Rp 500 rb bagi doktoral. Hal itu juga tak terlepas dari ide arsitek program Aceh Institute, yaitu Lukman Age, yang belakangan diangkat menjadi Direktur Aceh Institute setelah SM fokus menyelesaikan studi doktoralnya di Amerika Serikat.
Bang SM adalah asli Garot Pidie yang cinta kuliner lokal. Beliau sosok dosen yang tidak hanya ramah dan murah senyum penuh canda dan tawa, tapi pemikirannya selalu kritis.Kekritisannya yang pro rakyat itu pula yang membuat dirinya selalu lekat dengan masyarakat marginal dan terkadang banyak pihak yang gerah kepadanya.
Setahu saya, Bang SM ahli dalam bidang statistik, survey dan datatable menjadi fokus keahlianya. Beliau juga penulis sangat produktif. Sangking aktifnya menulis kritis, di situs Aceh Institute bahkan saya berikan satu kanal kolom khusus untuk dirinya, namanya Kolom Oase. Dari kumpulan kolom itu pula SM menjadikannya sebuah buku.
SM sudah kenyang asam garam dalam kiprahnya di akar rumput (lembaga kemasyarakatakan dan kemanusiaan), pada 2015 silam beliau pernah saya wacanakan dan dorong untuk maju dalam pemilihan Gubernur Aceh. Barangkali sebagai wave test (cek ombak), nama Sm memang lumayan santer ditelinga masyarakat berkat gaung Aceh Institute masa itu.
Setelah saya resign dari Aceh Institute 2010 (itu juga karena didepak oleh SM sendiri karena mis-understanding--padahal masih sangat mencintai Aceh Institute), setelah itu saya tak ikuti lagi perkembangan Aceh Institute hingga hijrah ke Malaysia mencari jalan sendiri.
Sampai saya mendengar kabar, tiba-tiba SM yang banyak berjasa dalam kehidupan pribadi saya ini diperkarakan oleh petinggi kampus USK hanya karena SM memberi pendapatnya disebuah grup. Pembungkaman terhadap dosen kritis jelas menjadi preseden sangat buruk bagi dunia perkampusan yang sudah identik sebagai jantung perubahan peradaban dan mentalitas.
Jelas saja saya mendukung SM diselamatkan dari jeratan hukum para tiran kampus karena ini sebagai bentuk pembungkaman demokrasi. Save saiful Mahdi. Amnesty layak untuk Saiful Mahdi ! | Halim El Bambi | Alumni Aceh Institute 2005 -2010 dan USK.
Beliau adalah salah seorang penggagas dan pendiri lembaga penelitian The Aceh Institute yang belakangan, lembaga itu menjadi sangat tersohor hingga ke mancanegara berkah situsnya yang selalu update per hari dengan produk andalanya adalah artikel-artikel ilmiah populer dan jurnal.
Bahkan pada saat SM sedang menimba ilmu di Harvard University Amerika Serikat, saya mengerakkan website lembaga ini secara jarak jauhnya bersamanya. Kami intens melakukan komunikasi chatting via yahoo messenger guna menggelola dan membesarkan The Aceh Institute, siang dan malam tak kenal lelah.
Setiap jam 1 pagi, saya sudah standbye didepan PC guna menunggu SM online di Amerika yang artinya waktu disana masuk siang/petang hari. Lalu kami rapat empat mata, mendistribusikan artikel siapa yang layak edit dan upload di situs The Aceh Institute. Hal itu terus kami lakukan sehingga tak ayal saat itu, situs AI satu-satunya dari kalangan lembaga penelitian yang paling aktif updating news dan artikel ilmiah popular. Sehingga AI saat itu juga dikenal bukan hanya sebagai lembaga riset terkemuka di Aceh, juga identik dengan situs yang sangat up-to-date di Aceh, bahkan di Indonesia. Data Alexa masa itu menunjukkan situs AI masuk 10 besar dengan situs-situs news nasional lainya seperti Detik, dll.
Bang SM bagi saya adalah orang tua, sekaligus abang dan guru. Meski secara lembaga beliau adalah atasan saya (Direktur Aceh Institute), namun beliau selalu dengan sabar dan cekatan membimbing saya hingga menjadi seorang editor yang jeli.
Tak perlu waktu lama memang, dibawah supervisinya saya pun diberikan kebebasan berekpresi dalam bekerja dan membesarkan Aceh Institute di bidang publikasi dan informasi. Website lembaga ini menjadi focused kerja saya hingga banyak sekali masa itu, penulis-penulis berbakat kini menjadi penulis handal, dimana karyanya kerap menghiasai kolom-kolom di media massa atau jurnal-jurnal resmi. Hebatnya masa itu, Redaksi Aceh Institute dalam menggodok dan mencetak penulis muda, tetap menyediakan honorarium tertinggi yaitu 1 artikel diberi apresiasi mulai dari Rp 200 rb untuk karya artikel populer hingga Rp 500 rb bagi doktoral. Hal itu juga tak terlepas dari ide arsitek program Aceh Institute, yaitu Lukman Age, yang belakangan diangkat menjadi Direktur Aceh Institute setelah SM fokus menyelesaikan studi doktoralnya di Amerika Serikat.
Bang SM adalah asli Garot Pidie yang cinta kuliner lokal. Beliau sosok dosen yang tidak hanya ramah dan murah senyum penuh canda dan tawa, tapi pemikirannya selalu kritis.Kekritisannya yang pro rakyat itu pula yang membuat dirinya selalu lekat dengan masyarakat marginal dan terkadang banyak pihak yang gerah kepadanya.
Setahu saya, Bang SM ahli dalam bidang statistik, survey dan datatable menjadi fokus keahlianya. Beliau juga penulis sangat produktif. Sangking aktifnya menulis kritis, di situs Aceh Institute bahkan saya berikan satu kanal kolom khusus untuk dirinya, namanya Kolom Oase. Dari kumpulan kolom itu pula SM menjadikannya sebuah buku.
SM sudah kenyang asam garam dalam kiprahnya di akar rumput (lembaga kemasyarakatakan dan kemanusiaan), pada 2015 silam beliau pernah saya wacanakan dan dorong untuk maju dalam pemilihan Gubernur Aceh. Barangkali sebagai wave test (cek ombak), nama Sm memang lumayan santer ditelinga masyarakat berkat gaung Aceh Institute masa itu.
Setelah saya resign dari Aceh Institute 2010 (itu juga karena didepak oleh SM sendiri karena mis-understanding--padahal masih sangat mencintai Aceh Institute), setelah itu saya tak ikuti lagi perkembangan Aceh Institute hingga hijrah ke Malaysia mencari jalan sendiri.
Sampai saya mendengar kabar, tiba-tiba SM yang banyak berjasa dalam kehidupan pribadi saya ini diperkarakan oleh petinggi kampus USK hanya karena SM memberi pendapatnya disebuah grup. Pembungkaman terhadap dosen kritis jelas menjadi preseden sangat buruk bagi dunia perkampusan yang sudah identik sebagai jantung perubahan peradaban dan mentalitas.
Jelas saja saya mendukung SM diselamatkan dari jeratan hukum para tiran kampus karena ini sebagai bentuk pembungkaman demokrasi. Save saiful Mahdi. Amnesty layak untuk Saiful Mahdi ! | Halim El Bambi | Alumni Aceh Institute 2005 -2010 dan USK.