Ada beberapa catatan yang bisa saya tangkap dari dinamika politik Aceh kekinian, khususnya wakil gubernur:
Pertama:
Pada
Jumat 5 Maret 2021, Sekretaris Jenderal (Sekjend) Partai Nanggroe Aceh
(PNA) versi yang sah (Pimpinan Irwandi Yusuf) telah membakukan dan
menetapkan nama Sayuti Abubakar Peusangan SH MH (Pendiri sekaligus Ketua
Mahkamah Partai) sebagai calon kuat pendamping Wakil Gubernur Aceh
mendampingi Nova Iriansyah setelah Irwandi tidak lagi menjabat ditengah
jalan. Secara meyakinkan Miswar Fuady, penjaga gawang PNA yang juga
seorang motivator ini menetapkan Sayuti dalam surat Keputusan (SK) DPP
PNA No. 535/PNA/B/Kpts/KU-SJ/III/2021 tanggal 5 Maret 2021. Lengkap
dengan tanda tangan Ketua Umum PNA, Irwandi Yusuf. Tentu saja penetapan
ini tidak bisa diganggu gugat lagi. Itu sudah kebijakan internal partai.
Para elit PNA LEGAL pun semua telah sepakat, satu koor dengan Irwandi
Yusuf selaku Ketum bahwa SAYUTI adalah pendamping Nova Iriansyah. A1 !
Kedua:
Ada
ucapan dari seorang mantan Danjen Kopassus, Bapak Soenarko mengenai
nama Sayuti. Ketua Komisi Pengawas PNA dan sekaligus Anggota Majelis
Tinggi PNA juga meminta nama Sayuti agar tidak dipermasalahkan
diputuskan sebagai pendamping Nova Iriansyah. Ucapan seorang Soenarko
tentu harus menjadi 'vitamin' dan wajib dipatuhi partai pengusung.
Mereka harus melihat dan menghormati ucapan Soenarko. “Saya selaku Ketua
Komisi Pengawas PNA yang juga Anggota Majelis Tinggi PNA ikut serta
dalam proses penunjukan Sayuti, SH, MH. sebagai Cawagub dari PNA.
Majelis Tinggi PNA sudah meminta DPP PNA untuk menetapkan kader PNA
sebagai Cawagub sisa masa periode 2017-2022 dari PNA, tentu yang
memiliki kapasitas, integritas dan loyalitas. Saya berharap, seluruh
kader PNA untuk menghormati hasil penunjukan Sayuti sebagai Cawagub Aceh
dari PNA,” ujar Sunarko seperti disitat Lintasnasional 10 Maret 2021
https://www.lintasnasional.com/sunarko-minta-kader-pna-hargai-putusan-dpp-menunjuk-sayuti-sebagai-cawagub/
Ketiga:
Penunjukan
Sayuti sebagai pendamping Nova disisa masa jabatan gubernur itu juga
mendapat banyak sekali respon dukungan dari kader dan petingi partai
bahkan akademisi, pengamat dan ahli hukum. Saya punya semua catatan data
dukungan ini. Artinya, Sayuti bukan hanya didukung penuh oleh Ketum
PNA, ia juga mendapat banyak dukungan dari semua petinggi partai dari
pusat hingga daerah. Para relawan dan simpatisan. Ini sangat penting
karena Nova Iriansyah saat ini mencicip kekuasaan karena dirinya maju
dengan nama besar seorang Irwandi Yusuf. Para pihak yang bekerja
mati-matian adalah kader PNA dan RELAWAN dari pusat hingga lapangan.
Bahkan bukan hanya harta benda yang telah habis dikorbankan demi
pasangan Inova, bahkan nyawa pun banyak berjatuhan. Ini harus diingat
oleh seorang Nova Irisnyah.
Keempat:
Partai
pengusung dimata saya tentu masih sangat bersimpati dengan apa yang
sedang dialami Irwandi Yusuf, Ketum PNA. Karena sukses mereka mengusung
Irwandi - Nova pula mereka mendapat remah-remah kebaikan dari kemenangan
itu. Kuasa Irwandi tentu masih menjadi kata kunci saat itu. Maka Partai
pengusung dimata saya wajib bulat sepakat nama Sayuti yang akan
disepakati dan disahkan ditingkat partai pengusung dan selanjutnya
diperjuangkan di level legislatif. Setelah itu baru nama Sayuti diajukan
ke tingkat eksekutif. Nova lantas membuat surat pengantar ke DPRA untuk
memilih Sayuti dalam sidang Paripurna DPRA nantinya. Bila partai
pengusung sudah sepakat, lampoh shoh pun bisa dipeugala. Kata kuncinya
ada di pasung (partai pengusung).
Kelima:
Bila
seandainya Nova tidak menyetujui nama Sayuti yang notebene usulan dari
Ketum dan Pasung, petinggi partai serta kader dan relawan, ini artinya
Nova lagi-lagi bersikap pengkhianat kepada Irwandi Yusuf dan bisa
dicurigai sebagai 'orang jahat' terhadap Irwandi dan PNA. Ini bisa
menjadi preseden tidak baik bagi pribadis eorang Nova. Publik masih
ingat bagaimana kecewanya Irwandi Yusuf, kader, relawan dan mungkin
rakyat yang bisa menilai saat Irwandi terjerat, Nova tak pernah
menampakkan batang hidungnya demi menjenguk atasannya itu. Kenapa masih
atasan? Karena beberapa bulan posisi Irwandi setelah ditahan itu masih
gubernur secara administratif sebelum ditetapkan sebagai 'Non Aktif',
artinya Nova seharusnya masih melihat Irwandi Yusuf sebagai atasannya
dan sahabat atau keluarga Aceh. Tapi Irwandi tak mempermasalahkan Nova
tidak menjenguk dirinya. Gara-gara Nova tidak menunjukkan rasa hormatnya
kepada Irwandi, publik sempat mencurigai Nova sebagai orang dibalik
tertangkapnya Irwandi.
Maka
bagi saya, inilah saat yang tepat seorang Nova membuktikan bahwa ia
bukan orang dibaik terzaliminya Irwandi Yusuf. Okelah, Irwandi sudah
memaklumi mengapa Nova tak berkunjung dan bertegur sapa dengan Irwandi
saat ia terpenjara. Masih bisa dimaklumi dan dimaafkan walau publik agak
mengurud dada untuk urusan lemahnya kesetiaan seorang Nova bagi Irwandi
Yusuf, mantan atasannya. Sekarang adalah pembuktian terakhir Nova
kepada Irwandi Yusuf dan publik Aceh, terutama kepada PNA: apakah Nova
akan lagi-lagi buang badan dengan nama Sayuti yang diusulkan? Bila nama
Sayuti pun tak disetujui sebagai pendampingnya, maka bisa saya sebut
Nova seperti ngajak 'perang' terbuka dengan Irwandi Yusuf dan segenap
keluarga besar PNA legal (sah). Tentu bukan perang seoerti Perang Dunia
II, melainkan musuh Nova bertambah disisa kekuasaannya yang ia dapat
dari atasanya.
Maka,
kesimpulan yang bisa saya sarankan kepada Nova adalah: bicaralah,
jangan membisu. Karena para kader dan relawan dulu tidak bisa saat
mengkampanyekan nama Anda sebagai pendamping Irwandi Yusuf. Tunjukkan
bahwa Anda itu sahabat Irwandi Yusuf. | Halim El Bambi | | Timses Irwandi-Nova Bidang Pencitraan dan Publikasi.