LookAge | Banyak yang masih bingung, lebih-lebih lagi masyarakat awan. Apa pula itu 'POKIR' yang saat ini lagi heboh di negeri +62, khususnya paling barat Indonesia.
Baru-baru ini Kemendagri telah membatalkan uang 'pokir' DPRA sebanyak 2,7 Triliun ! Rupanya Pokir adalah kependekan dari 'Pokok Pikiran' (entah apa yang dipikirkan anggota dewan di gedung sana kecuali uang dan uang).
Uang 'pokok pikiran' itu buat makmur 81 Anggota DPRA, juga 'anggota-anggota hantu blau' lainya. Pokir itu cuma password atau kata kunci, kode khusus dikalangan anggota dewan. Sama saja seperti seorang suami yang memanggil 'abang' untuk pacar gelapnya bila didepan istri, buat ngelabui.
Sialnya, KPK tidak sebodoh yang dibayangkan. KPK tau betul kalau dalam dunia persilatan tindak pidana korupsi, mereka sering menggunakan kata sandi dalam melancarkan aksinya. Salah satu istilah yang dipakai adalah uang pokok pikiran atau pokir.
Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TTI) Dadang Trisasongko istilah sandi yang digunakan para koruptor dimaksudkan untuk mengelabuhi pihak-pihak lain, terutama KPK. "Ketika mereka harus berkomunikasi dengan alat komunikasi telepon (suara maupun teks). Kata-kata tersebut yang dipilih untuk menyamarkan atau menggantikan kata uang suap, ini respons begitu efektifnya penggunaan cara penyadapan KPK selama ini," kata Dadang kepada seperti di kutip Republika, Kamis (19/10/17).
Dosen Filsafat Politik pada STFK Ledalero, Pater Otto Gusti Madung kepada Ekora NTT, pernah mengatakan, praktik Pokir selama ini telah berujung pada sejumlah penyimpangan.
Pertama, Pokir tak lebih dari “penitipan proyek” para anggota DPRD. Pembahasan anggaran antara anggota komisi DPRD dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sudah menjadi rahasia umum telah berujung pada usulan proyek tertentu dengan mengatasnamakan Pokir DPRD.
Kedua, jika orang bicara Pokir, aspek pokok pikiran tidak tampak. Yang tampak adalah dimensi anggaran atau duit.
Sekali lagi Pokir menjadi uang proyek yang dikelola oleh anggota DPRD.
Ketiga, Pokir tidak lebih dari istilah sandi rahasia bagi anggota DPRD untuk memainkan APBD.
“Jadi, singkatnya, Pokir adalah ladang duit bagi para anggota DPRD untuk mendapatkan anggaran negara guna membiayai cost politik elektoral yang semakin mahal,” katanya.
Menurut Pater Otto, berdasarkan penjelasan tentang praktik Pokir di atas, maka sudah seharusnya Pokir ini dihentikan.
Alasannya adalah pertama, ia merusakkan demokrasi.
Praktik Pokir hanyalah cara bagi anggota DPRD untuk mengumpulkan duit guna membiayai kontestasi politik.
Dengan demikian, praktik politik uang pun tidak terhindarkan.
Akibatnya, rakyat pun tidak lagi memilih wakilnya karena alasan integritas dan kompetensi, tetapi karena pernah mendapatkan uang dari kandidat.
“Dan setelah terpilih pun anggota DPRD bersangkutan tidak akan memperjuangkan nasib konstituennya, tetapi mengumpulkan uang guna mengembalikan modal yang pernah dikeluarkan dan membiayai kontestasi berikutnya. Ini tentu patologi bagi demokrasi,” katanya.
Kedua, lanjut Pater Otto, praktik Pokir meniadakan prinsip kontrol dalam penyelenggaraan kekuasaan dan bertentangan dengan prinsip trias politica.
Mekanisme kontrol itu esensial dalam demokrasi. Kekuasaan politik tanpa kontrol sudah pasti korup dan fatal.
“Ketika DPRD juga lewat mekanisme Pokir mengelola anggaran negara, pertanyaannya, siapa yang mengontrol? Prinsip trias politica adalah sebuah metodologi pengontrolan kekuasaan,” katanya.
“Artinya, eksekutif, legislatif dan yudikatif harus terpisah agar mekanisme kontrol dapat berjalan. Tapi, ketika DPRD urus Pokir, maka absolutisme kekuasaan sedang bersemi, sebag tak ada lagi lembaga yang secara legitim mengontrol penyelenggaraan kekuasaan,” imbuhnya.
Jadi intinya pokir itu adalah ladang korupsi dengan modus kebijakan dan menjual nama rakyat. Segala sesuatu dikatakan demi rakyat, padahal demi perut dan asoe kheh (kantong).
Menurut Edi Saputra, Pengusaha asal Bireuen, Aceh. kepada saya, beberapa waktu yang lalu pernah menyarankan agar dana pokir itu sebaiknya dihentikan segera demi efisiensi dan mencegah kebocoran uang rakyat yang dilakukan secara berjamaah oleh anggota dewan.
"Patutlah selama ini mereka tidak menjalankan fungsinya sebagai anggota dewan itu karena mereka telah dininabobo oleh dana pokir. Ini jelas melemahkan peran dewan terhadap gubernur yang selama ini kebijakan-kebijakannya makin merajalela." tegas Edi Saputra. | Halim El Bambi | LookAge