Aneuk Aceh di Medan Perang Dunia: Dari Wartawan Perang ke Politisi (2)

Halim El Bambi
By -
0

 

Teuku Taufiqulhadi, kelahiran Gampong Blang, Krueng Seumideun, Kecamatan peukan Baro, Pidie pada 17 November 1960. 

Ia memulai karier kewartawanannya ketika bergabung dengan Media Indonesia pada 1989. Selain ke wilayah Balkan, lelaki berkaca mata ini, yang sekilas mirip taipan dari Singapore ini pernah meliput ke beberapa daerah konflik lain, seperti Timur Tengah dan Kamboja.

Pada 1996 Taufiqulhadi bergabung dengan SCTV selama setahun sebelum hijrah ke majalah ekonomi Pilar. Buku keduanya, “Ironi Satu Kota Tiga Tuhan”, ditulis dalam periode ini, ketika ia berkesempatan tinggal di Palestina selama beberapa bulan untuk mengerjakan “studi tentang masalah perdamaian dan Zionisme”.

Taufiqulhadi melompat dari ruang redaksi ke panggung politik pada 2003. Pernah bergabung dengan parnas berlambang Ka'bah sebagai pengurus PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Taufiqulhadi ikut berebut kursi parlemen lewat Dapil (Daerah Pemilihan) Aceh II pada Pileg (Pemilihan Legislatif) 2009. Namun kandas.

Taufiqulhadi tidak menyerah, ia terus berjuang dengan ulet. Mengingat kembali perjuangannya saat ia mengalami nasib apes ketika mencari tumpangan pesawat ke Sarajevo di Bandara Split, 15 tahun lampau. Di kedatangan pertama, ia tercecer di nomor antrean ke-31. Padahal hanya lima wartawan yang akan diangkut Hercules. Ia bisa terbang keesokan harinya berkat sebuah strategi cemerlang: tidur di bandara semalaman.

Pengalaman pantang menyerah itu ia terapkan pada perjuangan politik selanjutnya. Pada Pileg 2014, Taufiqulhadi mengatur strategi baru. Ia tinggalkan PPP untuk bergabung dengan Nasional Demokrat (Nasdem), partai politik baru yang terbentuk pada 2011. Dapil yang menjadi medan pertarungannya juga diubah, dari Aceh II ke Jawa Timur IV. Tempat Taufiqulhadi pernah memperoleh gelar sarjananya di Universitas Jember.

Setelah gabung dengan NasDem pimpinan bosnya di media Indonesia, Taufiqulhadi akhirnya menuai sukses besar. Ia melenggang ke Senayan dan ditempatkan di Komisi X yang membidangi pendidikan, pariwisata, ekonomi kreatif, dan olahraga. Per April 2015, ia digeser ke komisi yang lebih berbobot: Komisi III. Komisi ini membidangi kebijakan hukum, HAM (hak asasi manusia), dan keamanan.

Pria yang dikalangan politisi dan mahasiswa akrab disapa Bang Taufiq ini adalah sosok wartawan dan politisi. Dalam kisah Taufiqulhadi dan sosok visiornenya yaitu Surya Paloh, terang-terangan membuat pengakuan bahwa bos Media Indonesia itulah yang secara langsung menawarinya tugas meliput Perang ke Bosnia dan beberapa negeri konflik lainya.

“Tak ada buku ini (“Menembus Sarajevo”), jika orang nomor satu di Media Indonesia ini, dengan gayanya tersendiri, tidak menantangku untuk pergi ke Bosnia,” tulisnya dalam prakata.

Taufiqulhadi menyebut Surya Paloh sebagai orang yang “selalu impulsif”. Ketika sang wartawan bertanya kapan ia harus berangkat, si bos menjawab cepat: “Kalau bisa, besok langsung berangkat.” Impulsif, oleh KBBI daring, diartikan sebagai sifat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati, sebagaimana ditulis janurgunung dalam catatan bukusakuwartawan. []
 



banner

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)