Irwandi Yusuf: 'The Hugh Glass from Aceh'. Senarai Para Pengkhianat

Halim El Bambi
By -
0


MYHELB MEMBACA ZAMAN  | Ada tiga novel dahsyat dengan cerita-cerita spektakuler yang baru saja saya baca. Tentu, untuk menyelesaikan semua novol-novel klasik itu memakan waktu berhari-hari mengingat kesibukan saya yang padat dilapangan dalam rangka pembangunan rumah dhuafa secara swadaya yang diperintahkan Irwandi Yusuf medio 2017 - pertengahan 2018.

Novel-novel itu tersaji dengan alur cerita memukau dan mendebarkan. Seakan-akan para pembaca dibawa sang penulisnya ke spektrum alam yang menghanyutkan pada 1823, saat perburuan kulit dan bulu hewan marak di Amerika Serikat. Disana ada kisah yang menceritakan tentang aktivitas para pemburu, balas dendam, pembunuhan dan bertahan hidup (survive) dari cuaca ekstrim mematikan.

Namun yang paling membetot perhatian saya dalam buku bacaan menjelang tidur ini adalah sepenggal kisah kelam tentang pengkhianatan yang tergambar jelas dalam novel 'The Revenant', karya otentik penulis muda Michael Punke, sampai-sampai karya apik lulusan George Washington University itu diangkat ke film layar lebar dengan judul yang sama oleh sutradara kelahiran Mexico, Alejandro G. Iñárritu.

Iñárritu memang sedang beruntung. Film yang mengisahkan tentang perburuan dialam liar hingga dibumbui pengkhianatan dan cara bertahan hidup ekstrim dialam liar telah mengantarkan pemeran utama film ini, Leonardo DiCaprio menggenggam piala Oscar, tak terkecuali Irranitu sendiri.

Kisah-kisah pengkhianatan oleh teman sendiri memang bukan sekedar dongeng sebelum tidur. Hugh Glass (yang diperankan cukup apik oleh Leonardo DiCaprio) adalah sosok pemburu tangguh. Ia lihai membunuh beruang grizzly yang terkenal ganas. Mangsa grizzly jarang lepas dari genggaman dan segera berakhir tragis; tercabik-cabik mengerikan.

Suatu ketika, kelompok Hugh Glass terpaksa lari tunggang-langgang dari kejaran suku Indian Arikara yang marah kepada pendatang kulit merah. Tanpa ampun, cowboy-cowboy liar itu ditembaki dengan busur dan senapan. Lusinan cowboy kelompok Hugh Glass tewas meregang nyawa. Ada yang tembus oleh panah dan ada juga yang pecah otaknya oleh moncongs enjata Suku Arikara. Namun dari pihak Arikara juga tak sedikit yang tewas dari baku tembak itu. Sialnya jumlah suku Arikara terlalu banyak sehingga gerombolan pemburu kulit pimpinan Hugh Glass tersudut. Mereka akhirnya melarikan diri melalui sungai. Dihalau Arikara hingga ke jantung hutan rimba Missisippi yang tak berujung.

Kelompok Hugh Glass terpaksa harus bertahan hidup di hutan yang cukup ekstrim. Salah langkah sedikit saja, suku Arikara yang beringas siap mengupas kulit kepala mereka hidup-hidup dan meminum darah. Sementara itu persediaan stok makanan rombongan Hugh Glass semakin menipis. Cuaca dingin terus menyiksa tanpa kenal ampun. Mereka lelah, stres sambil menahan perut yang lapar melilit. Mmakan apa saja untuk bertahan hidup adalah pilihan terakhir. Hewan-hewan yang bisa dimakan cukup sulit didapat dan mereka terpaksa memakan bangkai rusa kutub atau bison yang sudah membeku untuk menganjal perut. Bersaing dengan gerombolan serigala, mereka saling berebut mendapatkan bangkai hewan. Buah-buahan liar dan rumput kering tak luput mereka jadikan menu, situasinya cukup genting.

Hugh Glass gundah. Ia harus mencari sumber makanan alternatif lain untuk pengikutnya yang sudah kelaparan akut. Ia mencoba berburu moose, sejenis kijang besar khas kutub utara. Namun saat ia mengendap, yang muncul malah beruang grizzly raksasa. Ia langsung disergap dan diserang. Ia dicakar, dicabik. Jeritanya menghentak rekanya diatas bukit. Glass Setengah sekarat. Beruang itu tak langsung membabi-buta mencabik tubuhnya. Nasibnya sedikit beruntung karena beruang itu ternyata sedang sibuk juga menjaga anak-anaknya agar tak terpisah. Kondisi itu dimamfaatkan dengan baik Glass. Ia mencoba bertahan dari sisa-sisa kekuatanya. Glass kehabisan darah setelah cakar dan gigi beruang mencabik-cabik punggung dan lehernya hingga mengangga.

Rupanya beruang tadi kembali lagi menghampiri Hugh Glass. Moment ini menggambarkan kesempatan hidup atau mati bagi duda yang ditinggal istrinya dari suku Pawnee. Ia paham, grizzly merupakan hewan buas yang tak kenal ampun saat menjalani ritual membunuh. Saat beruang yang sedang marah itu menerkam kedua kali, Hugh Glass dengan kepayahan mengokang senjata. Sebuah tembakan dari senjata laras panjang miliknya menghantam kepala beruang. Namun tembakan yang mengenai otak beruang tak serta merta langsung menewaskan si beruang. Ia masih saja mencabik-cabik Hugh Glass yang sekarat. Sebuah pisau lalu dihantamkan ke wajah beruang hingga limbung. Keduanya terhampas bersamaan ke sebuah jurang sedang. Glass tak sadarkan diri, sementara beruang sudah tewas ditanganya, persis menindih tubuhnya yang hampir mati.

Dari sinilah cerita semakin seru. saat kelompok Hugh Glass (1783 – 1833), termasuk anak semata wayangnya, menemukan ayahnya itu sudah tercabik-cabik diatas bangkai beruang. Mereka cepat-cepat menolong Glass. Mengobatinya dengan dedaunan hutan.

Waktu terus berjalan. Situasi semakin genting. Seorang teman mereka, Fitzgerald, pria culas yang berprilaku agresif (diperankan apik Tom Hardy) rupanya tak senang Glass cedera dan menganggapnya menjadi beban. Ia berupaya menyingkirkan Glass dari kelompok perburuan. Alasanya sangat tidak manusiawi; karena sakit. Mereka sungkan menjaga dan mengobati Glass agar pulih.

Salah seorang pengikut Glass yang setia bahkan dibunuh Fitzgerald karena iba dan membela Glass. Pada situasi selanjutnya, Fitzgerald semakin gerah kepada Glass. Ia berupaya mengubur hidup-hidup Glass dalam sebuah liang yang ia cangkul, namun aksi kejam Fitzgerald sempat dihalau anak Glass. Dalam kondisi marah itu, Fitzgerald langsung menusuk dan membunuh anak Glass. Dari balik urukan tanah yang tak sempurna, Glass menyaksikan sendiri bagaimana anak semata wayangnya itu meregang nyawa ditangan pisau Fitzgerald yang kalap. Padahal anaknya itu satu-satunya manusia dalam rombongan yang setia mengobatinya dan menemaninya dalam keadaan sekarat.   

Halim El Bambi (Stafsus Gubernur Irwandi Yusuf Bidang Pencitraan dan aksi sosial dalam sebuah momen bersama Gubernur Aceh terpilih 2017, Irwandi Yusuf, di Pendopo Gubernur Aceh, 2017


Glass murka tak terkira. Dalam keadaan menahan sakit ia berupaya bangkit dari kubur. Luka bekas cakar beruang semakin parah dan bahkan membusuk mengeluarkan belatung. Kakinya bekas terjatuh ke jurang patah hingga ia tak bisa bergerak. Ia melata keluar dari lubang dengan tangan dan berupaya mencari Fitzgerald untuk membunuhnya. 

Dalam kondisi sengsara, Glass dikhianati temannya sendiri. Ia dikubur hidup-hidup dengan harapan cepat mati dan para pengkhianat itu bisa bebas bergerak mencari buruannya.

Ternyata, soal mati memang rahasia tuhan. Meski nyawanya hampir tercerabut dicabik beruang, dicekik dan dikubur temannya. Ia bangkit lagi dari kuburan yang diuruk para pengkhianat. dari sinilah cerita pembalasan dendam Hugh Glass mulai menarik. Ia harus bertahan hidup dengan kondisi tubuh tak bisa berjalan dan luka yang terus membusuk. Ia hampir memakan mayat temannnya yang terbunuh untuk bertahan hidup. Bangkai bekas mangsa serigala ia makan untuk mendapat asupan energi.

Ia mengelana dialam liar yang ekstrim sampai berbulan-bulan lamanya dengan kondisi yangs sangat memprihatinkan itu. Mencari Fitzgerald adalah misi utamanya. Glass sempat tidur didalam perut kuda yang baru mati untuk mencari hangat dari bekunya alam liar.  Ia mengumpulkan kekuatan fisiknya untuk melakukan pembalasan kepada sang pengkhianat; Fitzgerald !

Cerita selanjutnya bisa ditonton dengan apik di 'The Revenant'. Glass pada akhirnya berhasil menemukan sang pengkhianat, Fitzgerald, setelah memburunya berbulan. Mereka saling berhadapan. Aksi bacok membacok tak terhindarkan setelah sebelumnya mereka saling tembak menembak hingga Fitzgerald terluka. Glass mengajaknya berkelahi face-to-face. Glass keluar sebagai pemenang dalam duel mengerikan itu. Glass berhasil membacok dan menusuk Fitzgerald dan membuangnya ke sungai seperti bangkai. Ia lega telah membalas kematian anaknya. 

Kisah-kisah hebat lainya juga tersaji didua novel lainya.Sebut saja 'Lord Grizzly' karya Frederick Manfred dan 'Cowboy, Mountain Man and Grizzly Bear' besutan M P Mayo yang mendebarkan.

Dalam film drama dan adventure yang diangkat dari kisah nyata yang tertuang dalam novel dengan judul yang sama ini, 'The Revenant' menjadi perbincangan hangat dikalangan kritikus film. Sosok sentral 'The Revenant' jelas Dicaprio, aktor langganan Oscar ini selalu memiliki 'ruh' saat memerankan segala genre film. Tak jarang sutradara-sutradara kawakan dunia paling sering mengajaknya bekerjasama dalam proyek-proyek film berbiaya fantastis, sebut saja Martin Scorsese (Gangs of New York, The Aviator, The Departed, The Wolf of Wall Street), James Cameron  (Titanic, 1996) atau Quentine Tarantino (Jango Unchained). Hasil akhirnya yang diperankan selalu bercokol di puncak box-office.

Halim bersama Tim Pengacara Irwandi Yusuf yang di pimpin Paparang dalam sebuah moment jumpa pers di Jakarta Selatan dalam upaya memberikan pembelaan hukum kepada Irwandi Yusuf.


Alejandro González Iñárritu padahal baru kali ini menangani aktor sekelas Dicaprio dan ia langsung menuai sukses besar ketika The Revenant masuk masuk tangga box-office. Pundi-pundi uang pun menghampirinya. Saya secara pribadi paling menyukai akting Dicaprio di 'Django Unchained (2013)' arahan Quentine Tarantino yang legendaris untuk film-film genre kekerasan brutal atau slasher.

Namun inti dari The 'Revenant' yang dramatis ini, sekonyong-konyong saya teringat akan nasib naas yang menimpa gubernur Aceh terpilih, Irwandi Yusuf. Kisah perjalanan hidupnya hampir sama persis nasib Hugh Glass. Punke bertutur tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang dekat Hugh Glass. Ada oknum-oknum penjilat, para bromocorah diseputaran kekuasaan dan pemerintahan Irwandi Yusuf juga tak kalah hebatnya mengkhianati The Captain hingga ia beberapa kali dirundung masalah,

Dalam perjalanannya, Hugh Glass versi Aceh ini tak jarang dikhianati oleh orang-orang dekatnya, dan yang paling tidak sedap dari pengkhianatan itu adalah, pada tahun 2017 Irwandi Yusuf pernah menyinggung si penjilat yang berakhir menjadi pengkhianat itu untuk enyah dari hadapanya. Tapi dasar penjilat, ia tak mengenal kamus malu, tak kenal kata menyerah, tetap tak bergeming.

Sebuah realitas nyata dalam perjalanan panjang sejarah Aceh ini justru soal pengkhianatan dan alasan munculnya 'Pang Tibang' yang menimpa Irwandi Yusuf, semuanya bermuara karena urusan kantong, perut dan bawah perut. Ironis memang, ketika kita bicara soal perjuangan, yang kita harapkan adalah adanya para pengikut Hugh Glass dari Aceh yang mestinya loyal dan mau sama-sama mengarungi tantangan dan rintangan saat sama-sama dalam posisi 'sulit' dan bahkan saat 'empuk'.

Namun ternyata, ketika Hugh Glass ini kembali menuai prahara yang belum terbukti, ia buru-buru ditinggalkan begitu saja oleh para penjilat.Tinggallah para loyalis yang masih setia menemaninya hingga ia benar-benar terbebas dari segala tuduhan. Para loyalis ini sedang berjuang sampai titik darah penghabisan demi sang pemimpinya.

Hebatnya disinilah titik kebangkitan Irwandi Yusuf ! Saat Pilkada Aceh 2017 berlangsung dan Irwandi ditinggalkan para penjilat yang merasa kansnya melemah--namun belakangan kansnya semakin melonjak dan terpilih kembalis ebagai gubernir Aceh--,  kembali para bromocorah menjilatinya lagi. Kini saat Irwandi Yusuf tersandung masalah OTT, ia lagi-lagi ditnggalkan para penjilat/pengkhianat yang telah kenyang dengan proyek, tanpa memikirkan bagaimana program 'Aceh Hebat' yang telah diletakkan Irwandi Yusuf menjadi sukses dan sesuai harapannya.

Hugh Glass asli adalah sosok pendendam, sementara Irwandi, 'The Hugh Glass from Aceh' ini adalah sosok sebaliknya, pemaaf. Lantas kemana kaum penjilat dan pengkhianat setelah Irwandi terkurung dalam jeruji besi di Pulau Jawa sana? Mereka hilang tak berbekas, tak tampak pun batang hidungnya untuk sekedar menjenguknya, bahkan ada yang sampai mengatakan 'mana mungkin kami menjenguk narapidana'.  | Halim El Bambi (Milah Yabmob), Ketua Media dan Publikasi DPP PNA versi.


Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)